kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Aryaputra siapkan langkah hukum atas BEI dan OJK


Senin, 20 Agustus 2018 / 20:34 WIB
Aryaputra siapkan langkah hukum atas BEI dan OJK
ILUSTRASI. Ilustrasi Simbol Hukum dan Keadilan


Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sengketa saham antara PT Aryaputra Teguharta dengan PT BFI Finance Tbk (BFIN) makin memanas. Terlebih Trinugeraha Capital, pengendali 42,82% saham BFIN telah sepakat melego saham-sahamnya kepada dua perusahaan asal Italia: Compass Banca S.P.A, dan Star Finance S.R.L.

Melalui kuasa hukumnya dari Kantor Hukum Hutabarat Halim dan Rekan (HHR) Lawyer, Aryaputra menilai tindakan tersebut bukan hal bijak. Sebab sejak rilisnya PK 240/2006, Aryaputra telah dinyatakan sebagai pemilik 32,32% saham BFIN.

"Ada asas caveat emptor (buyer must be aware), mana mungkin ada perusahaan kredibel mau menggelontorkan ratusan juta dollar, untuk membeli saham yang tengah bersengketa," kata kuasa hukum Aryaputra, Pheo Hutabarat, Senin (20/8) di Jakarta.

Oleh karenanya, Aryaputra, kata Pheo meminta perlindungan hukum kepada Bursa Efek Indonesia (BEI), dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Tujuannya agar sengketa saham ini tak tambah ruwet, sebab terus menerus berpindah.

Perlindungan investor, kata Pheo, juga tertuang dalam UU 8/1995 tentang Pasar Modal. Pun OJK dan BEI sebagai regulator harus pula aktif dalam hal ini. "Mohon OJK, dan BEI bisa objektif melihat sengketa ini, karena sesungguhnya ini terkait fundamental industri pasar modal, soal penegakan dan perlindungan hukum kepada investor," kata Pheo.

Menurutnya, salah satu yang bisa dilakukan BEI dan OJK dengan melakukan delisting kepada BFIN untuk menunggu benderangnya sengketa saham ini. "Jika OJK, dan BEI tidak mengindahkan hukum yang berlaku, tentu kita akan melakukan langkah hukum yang diperlukan," imbuhnya.

Mengingatkan saja, sengketa saham milik Aryaputra sendiri berawal ketika induk perusahaannya, PT Ongko Multicorpora mendapatkan fasilitas kredit dari BFI Finance. Sebanyak 111.804.732 saham Aryaputra, dan 98.388.180 saham milik Ongko menjadi jaminan atas fasilitas tersebut.

Kesepakatan tersebut dilakukan pada 1 Juni 1999, dan akan berakhir pada 1 Desember 2000. Dalam salah satu klausul perjanjiannya, jika Ongko tak melunasi tagihannya, maka BFI berhak melego saham-saham tersebut.

Dan itu benar terjadi pada 7 Desember 2000. Ketika BFI Finance terjerat proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), sebanyak 210.192.912 total saham dibeli oleh Law Debenture Trust Corporation, perusahaan offshore trustee dari Inggris.

Hal tersebut yang kemudian ditolak Aryaputra, lantaran merasa pengalihan saham tersebut dilakukan tanpa persetujuan Aryaputra. Meski dalam beberapa kesempatan, BFIN membantah hal ini, dengan alasan peralihan saham ke Law Debenture disepakati melalaui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan Aryaputra menyetujuinya kala itu.

Sementara kini, Aryaputra juga telah melakukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Mereka menggugat pengesahan-pengesahan perubahan struktur kepemilikan saham setelah peralihan saham yang dinilainya ilegal tersebut.

"Sudah ada penetapan penundaan atas objek sengketa, sehingga dengan skorsing tersebut kondisi kepemilikan saham kembali ketika belum terjadi peralihan saham," kata Pheo.

Selain itu ada pula Laporan polisi yang diajukan Aryaputra terkait dugaan terjadinya corporate fraud atas peralihan saham tersebut. Laporan tersebut bernomor LP/654/V/2018.

Sementara itu, terkait niat Aryaputra melakukan langkah hukum atas OJK dan BEI, kuasa hukum BFIN Anthony Hutapea dari Kantor Hukum Anthony L P. Hutapea mempersilakan. Sebab sejatinya baik OJK, dan BEI tak melakukan kesalahan.

"Silakan saja kalau mau menggugat, itu hak mereka. Tapi perlu dicatat, bursa tak akan bisa bertindak jika memang tak ada putusan pengadilan. Sementara, PK 240/2006 itu kan tak bisa dieksekusi (non-executable)," katanya saat dihubungi KONTAN, Senin (20/8).

Anthony menambahkan, saat melayangkan gugatan dahulu, Aryaputra pun tak pernah menyeret OJK maupun BEI, sehingga mereka sebenarnya tak punya kewajiban apapun.

"Dahulu juga ada gugatan serupa dari induknya, Ongko Multicorpora. Nah dalam gugatan ini dia memang menjadikan Bapepam-LK jadi turut tergugat, karena dulu otoritas ada di Bapepam. Tapi gugatan ini ditolak," kata Anthony.

Terkait soal ini, KONTAN belum mendapatkan konfirmasi dari BEI maupun OJK. Direktur Utama BEI Inarno Djajadi, Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna, serta Kepala Eksekutif Pasar Modal OJK Hoesen tak merespon panggilan maupun pesan pendek KONTAN.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×