kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Tertekan sentimen harga CPO, berikut rekomendasi saham Astra Agro


Selasa, 31 Juli 2018 / 19:59 WIB
Tertekan sentimen harga CPO, berikut rekomendasi saham Astra Agro
ILUSTRASI. Ilustrasi saham CPO


Reporter: Dimas Andi | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) masih berupaya mengatasi tekanan dari tren penurunan harga minyak sawit atau crude palm oil (CPO) yang kerap terjadi sepanjang tahun ini. Asal tahu saja, di semester pertama 2018 lalu, harga CPO dunia terkoreksi hingga 6,4%.

Analis Indo Premier Sekuritas, Frederick Daniel dalam riset 26 Juli 2018 menilai, penurunan harga CPO memang menjadi momok bagi AALI. Untungnya, perusahaan ini bisa mengimbanginya dengan peningkatan volume produksi CPO.

Walau tak merinci jumlah CPO yang diproduksi AALI di semester I 2018, Frederick mencatat, tingkat produksi CPO anak usaha PT Astra International Tbk (ASII) ini mampu tumbuh 14%.

Hasil tersebut mampu membuat pendapatan AALI meningkat 5,56% (yoy) menjadi Rp 9,02 triliun pada semester I-2018. Namun, karena AALI memiliki riwayat kinerja yang negatif pada kuartal I-2018, pertumbuhan volume produksi CPO tak berdampak pada laba bersih perusahaan. Akhirnya, di semester I 2018, laba bersih AALI turun 23,3% menjadi Rp 783,91 miliar.

Kepala Riset Narada Asset Management Kiswoyo Adi Joe berpendapat, peningkatan volume produksi memang menjadi cara yang paling efektif untuk menangkal efek penurunan harga CPO. Hanya saja, hal itu masih bisa menimbulkan risiko tersendiri bagi AALI. Pasalnya, sebagian besar tanaman sawit perusahaan berada di usia tua sehingga potensi buah yang dihasilkan tidak semaksimal beberapa tahun ke belakang.  “Sawit yang dimiliki AALI rata-rata sudah berumur 20 tahun-25 tahun sehingga pertumbuhannya mulai stagnan,” ujarnya, Selasa (31/7).

Frederick menyampaikan, AALI sudah memperhitungkan kondisi tersebut. Makanya, emiten ini mulai melakukan penanaman kembali (replanting) untuk memenuhi kebutuhan beberapa tahun ke depan. Di semester I-2018, area replanting AALI mencapai 1.156 hektare, padahal di semester pertama tahun sebelumnya area tersebut hanya mencapai 347 hektare. “AALI berkomitmen untuk mengalokasikan sekitar 40% dari belanja modalnya untuk kegiatan penanaman kembali,” paparnya.

Kiswoyo menilai, kegiatan replanting memang wajar dilakukan oleh AALI. Sebab, pemerintah juga menjalankan program tersebut dan membatasi adanya pembukaan lahan baru untuk penanaman CPO. Karenanya, kalaupun AALI ingin memperoleh lahan baru, emiten ini mesti melakukan akuisisi terhadap lahan yang dimiliki oleh perusahaan lain dan biaya yang dikeluarkan akan menjadi lebih besar.

Lebih lanjut, upaya replanting sendiri pada dasarnya tidak akan berefek dalam waktu dekat. Justru, upaya tersebut berpotensi menambah beban pokok pendapatan AALI. Terbukti, pada semester I-2018 lalu beban pokok pendapatan AALI meningkat 13,66% menjadi Rp 7,37 triliun. “Hasil replanting baru bisa mendatangkan keuntungan setelah usia tanaman di atas 7 tahun,” imbuh Kiswoyo.

Walau demikian, baik Kiswoyo dan Frederick masih merekomendasikan beli saham AALI masing-masing dengan target Rp 15.000 dan Rp 16.000 per saham. Selasa (31/7), harga saham AALI ditutup melemah 1,36% ke level Rp 10.875 per saham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×