kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Simak ulasan kinerja sejumlah emiten farmasi di kuartal I 2019


Senin, 06 Mei 2019 / 17:11 WIB
Simak ulasan kinerja sejumlah emiten farmasi di kuartal I 2019


Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah emiten farmasi menunjukkan kinerja yang beragam di kuartal I 2019. Ada yang membukukan pertumbuhan laba, ada juga yang merugi cukup dalam.

Salah satu emiten farmasi yang mencatatkan kinerja positif di kuartal I 2019 ini adalah PT Kalbe Farma (KLBF, anggota indeks Kompas100) yang membukukan penjualan bersih tumbuh 6,9% year on year (yoy) menjadi Rp 5,36 triliun. Adapun laba yang dapat diatribusikan ke pemilik entitas induk juga naik 1% dibanding periode yang sama dari tahun sebelumnya menjadi Rp 595 miliar.

Direktur Keuangan dan Sekretaris Perusahaan KLBF Bernadus Karmin Winata menjelaskan kinerja KLBF sesuai dengan target yang diharapkan. “Pertumbuhan penjualan bersih KLBF menunjukkan tren yang positif, didorong oleh pertumbuhan volume sejalan dengan kegiatan pemasaran yang intensif serta penetrasi distribusi,” jelasnya di keterangan tertulis (30/4).

Bernandus menyatakan target KLBF di 2019 ini adalah mempertahankan target pertumbuhan penjualan bersih sebesar 6% - 8% dengan proyeksi pertumbuhan laba bersih pada kisaran yang sama. KLBF juga mempersiapkan anggaran belanja modal sebesar Rp 1,5 triliun hingga Rp 2 triliun yang akan digunakan untuk perluasan kapasitas produksi dan distribusi.

Sebaliknya, emiten yang membukukan kinerja kurang baik pada kuartal I tahun ini adalah PT Phapros (PEHA) yang penjualannya tumbuh 26% menjadi Rp 177 miliar. Sementara itu laba yang dapat diatribusikan kepada pemilik perusahaan turun 58,3% dari Rp 12,4 miliar di Kuartal I 2018 menjadi Rp 5,08 miliar.

Direktur Utama PT Phapros, Tbk, Barokah Sri Utami (Emmy) menyatakan penurunan laba ini karena ada aksi korporasi dalam rangka pertumbuhan anorganik dari biaya internal dan perbankan. “Strategi untuk meningkatkan laba di kuartal selanjutnya adalah dengan mencari pendanaan non- perbankan dan meningkatkan penjualan produk baru,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Senin (6/5).

Setali tiga uamhg, PT Kimia Farma (KAEF) juga mencatatkan penurunan laba di tiga bulan pertama tahun 2019. KAEF membukukan laba yang dapat diatribusikan ke pemilik entitas induk turun cukup dalam 44,5% yoy menjadi Rp 20,61 miliar.  Namun KAEF berhasil menumbuhkan penjualan sebesar 21,4% dibanding kuartal I 2018 menjadi Rp 1,81 triliun.

Di sisi lain, KAEF terus berupaya meningkatkan kinerja dengan cara anorganik. Pada Februari 2019 ini, KAEF telah melakukan aksi korposi yakni mengakuisisi saham mayoritas atau Phapros dalam PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI). Saham yang diakuisisi sebanyak 476,90 juta saham atau 56,77% saham dengan nilai akuisisi sebesar Rp 1,36 triliun.

Di tahun ini KAEF telah menetapkan target pendapatan di tahun 2019 sebesar Rp11,58 triliun. Target ini meningkat 55,40% dari realisasi tahun 2018 yang sebesar Rp7,45 triliun.

Dari penjualan ekspor diproyeksikan meningkat 125,42%, dari realisasi tahun 2018 sebesar Rp 278,14 miliar menjadi Rp 626,98 miliar untuk target tahun 2019. Sedangkan penjualan lokal diproyeksikan meningkat 52,68%, dari realisasi tahun 2018 menjadi Rp 10,96 triliun pada tahun 2019.

Adapun target laba bersih yang ditargetkan mencapai Rp 480,86 miliar tahun ini, atau meningkat 19,68% dari realisasi tahun 2018.

Sementara itu PT Indofarma (INAF) mencatatkan penurunan penjualan bersih sedalam 8,18% dari Rp 148,94 miliar di kuartal I 2018 menjadi Rp 136,26 miliar di triwulan pertama 2019. Adapun INAF mencatat kerugian mencapai Rp 21,77 miliar dibandingkan dari kuartal I 2018 yang juga merugi sebesar Rp 8,48 miliar.

Direktur Utama INAF Rusdi Rosman menjelaskan dalam laporan tahunan 2018 yang dirilis (4/4) menargetkan di 2019 ini pertumbuhan penjualan mencapai 13,15% dan target laba bersih sebesar Rp 6,22 miliar. “Di samping pertumbuhan penjualan, strategi efisiensi akan menjadi kunci bagi keberhasilan INAF dalam meraih target yang diharapkan,” jelasnya.

Tahun ini Rusdi menargetkan jumlah produk baru yang diluncurkan mencapai 22 item. INAF menargetkan adanya pertumbuhan bisnis baru melalui pembentukan perusahaan patungan yang telah mulai diinisiasi sejak tahun 2017-2018.

Sejumlah analis menilai sektor farmasi hari ini memiliki cukup peluang di tengah penguatan nilai tukar rupiah. Kepala riset Bahana Sekuritas Lucky Ariesandi memperkirakan bila harga minyak tidak mengalami kenaikan, penguatan nilai tukar rupiah akan menjadi katalis positif bagi produsen obat sepanjang tahun ini,” jelasnya dalam keterangan tertulis, Senin (6/5).

Head of Investment Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana juga melihat peluang sektor farmasi dari kebutuhan akan obat-obatan yang terus meningkat. “Data penjualan obat meningkat 6,5% dibanding tahun sebelumnya,” jelasnya

Wawan menjelaskan saat ini program pemerintah masih berkomitmen pada penyedia layanan kesehatan yang terjangkau untuk masyarakat. Akhirnya berimbas positif pada penjualan obat. Adapun nilai tukar rupiah yang saat ini sedang menguat sehingga menurunkan beban atas bahan baku obat.

Menurut Wawan perusahaan farmasi yang mampu meningkatkan kapasitas produksi adalah perusahaan yang memiliki potensi pertumbuhan harga terbesar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×