kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Simak rekomendasi saham peternakan dari analis


Selasa, 09 Januari 2018 / 21:53 WIB
Simak rekomendasi saham peternakan dari analis


Reporter: Dede Suprayitno | Editor: Rizki Caturini

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Perdagangan (Kemdag) akan mematok harga jual daging dan telur ayam di tahun ini. Patokan harga jual diberlakukan baik pada tingkat produsen maupun tingkat konsumen. Hal ini akan berakibat pada penyesuaian-penyesuaian baru pada industri peternakan. Lantas, kebijakan ini pun ditengarai akan mempengaruhi kinerja emiten peternakan.

Adeline Solaiman, Analis Danareksa Sekuritas mengatakan, bila nantinya ada patokan pada harga telur ayam Rp 18.000 per kilogram (kg), dalam jangka pendek hal tersebut masih positif. Pasalnya, saat ini harga telur ayam dari produsen ke retail itu masih di bawah Rp 18.000. Sedangkan harga yang ada di pasar, berbeda dengan harga produsen.

"Jadi pemerintah mau memberikan harga referensi telur ayam minimal pada Rp 18.000, dalam jangka pendek ini sesuatu yang positif. Karena sampai sekarang pun itu belum tercapai," ujarnya.

Menurutnya, net selling price (NSP) tersebut masih belum tercapai. Untuk itu, pemerintah perlu menstabilkan harga, mengatur kelebihan pasokan dan menjaga supply and demand pada peternak maupun penjual. "Ini kalau bicara jangka pendek beberapa kuarter masih baik. Cuma kalau berbicara long term, ini tidak baik," imbuhnya.

Pasalnya, bila harga tersebut tidak mengalami penyesuaian dalam jangka waktu lama, maka akan semakin kecil nilainya. Dengan kata lain, NSP tersebut akan tergerus oleh inflasi.

Dia menilai aturan tersebut masih belum matang, sehingga perlu digodok lebih lanjut. "Kecuali referensi harga itu naik bisa berdasarkan inflasi juga. Setiap tahun pemerintah akan menaikan harga. Nah aturan ini yang masih belum tahu," ujarnya.

Saat ini, dia menilai industri peternakan sendiri juga masih terdapat over supply. Oleh karena itu, bila referensi harga yang diberikan pemerintah belum tercapai, itu tidak jadi masalah. Lain halnya bila ternyata ternyata over supply sudah berkurang, sedangkan ada batas harga tersebut. "Nah itu yang akan jadi masalah, karena orang akan jadi rugi," imbuhnya.

Oleh karena itu, menurutnya perlu mencermati secara detail aturan tersebut. Terutama untuk jangka panjang nantinya. Tahun ini, dia memprediksi bahwa over supply akan masih ada. Sehingga meskipun pemerintah menetapkan harga referensi itu masih positif karena belum tercapai.

Secara jangka panjang, bila nantinya kebijakan tersebut disahkan maka pengaruh pertumbuhan dari poultry bukan lagi dari average selling price (ASP). Namun, akan didasari oleh volume penjualan. "Tahun ini ASP bisa naik 1%-2%, itu juga masih di bawah harga referensi," tuturnya.

Joni Wintarja Analis NH Korindo Sekuritas memperkirakan, penetepan harga referensi tersebut bisa jadi sentimen negatif. Pasalnya, saat ini saja sektor poultry sudah cukup tertekan. Harga saham pun juga sudah jenuh. "Emiten yang listing di bursa itu marginnya tipis-tipis, hampir rugi, bahkan ada yang rugi," kata Joni, Senin (8/1).

Untuk itu, bila aturan tersebut nanti diberlakukan pasar akan mencermati laporan keuangan emiten. Oleh sebab itu, akan terlihat efek secara umum dari kebijakan tersebut. "Kalau beberapa tahun ini agak berat, maka proyeksinya sudah tidak optimistis," ujar Jo.

Diantara beberapa emiten poultry, Joni merekomendasikan buy saham PT Japfa Tbk (JPFA) dengan target harga 1.740 dan buy saham PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk (CPIN) dengan target harga 4.160. "Ini berdasarkan acuan laporan keuangan September 2017 emiten," ujar Joni.

Sementara, Adeline merekomendasikan buy saham JPFA dengan target harga 1.650 dan buy saham CPIN dengan target harga 3.100. Namun, dia merekomendasikan hold saham PT Malindo Feedmill Tbk (MAIN) dengan target harga 800. "Kalau industrinya masih netral," kata Adeline.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×