kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Rasio likuiditas emiten konstruksi merosot


Jumat, 24 Agustus 2018 / 21:21 WIB
Rasio likuiditas emiten konstruksi merosot
ILUSTRASI. Proyek konstruksi PT Acset Indonusa Tbk


Reporter: Dityasa H Forddanta | Editor: Narita Indrastiti

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kualitas pembayaran kredit sektor konstruksi swasta skala menengah sedikit terganggu. Akibatnya, pengembalian kredit ke sektor perbankan tersendat.

Ambil contoh, PT Acset Indonusa Tbk (ACST). Kemampuan aset lancar ACST untuk menjamin utang lancarnya (current ratio) berada dalam tren penurunan.

Mengutip data Bloomberg, sepanjang semester I 2018, current ratio ACST ada di rentang 1,17 kali-1,27 kali. Padahal, periode yang sama tahun sebelumnya rentangnya di lebel 1,3 kali-1,49 kali.

Current ratio PT Totalindo Eka Persada Tbk (TOPS) relatif lebih baik. Namun, justru kemampuan aktiva lancar TOPS untuk menutup utang lancarnya (quick ratio) turun. Hingga akhir Juni tahun ini, quick ratio TOPS sebesar 0,22 kali. Padahal, tahun lalu rasionya masih di kisaran 0,3 kali.

Meski penurunan rasionya tak begitu signifikan, namun nyatanya pengembalian kredit dari sektor konstruksi swasta tampak tersendat. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), non-performing loan (NPL) perbankan dari sektor konstruksi sebesar 4,35% di semester I 2018, naik dari sebelumnya 3,92% di semester I 2017.

Maria Cesilia Hapsari, Sekretaris Perusahaan ACST tak menampik adanya kondisi tersebut. Secara spesifik, kondisi tersebut terjadi di perusahaan konstruksi kelas menengah kebawah.

"Terutama mereka yang mengerjakan proyek non infrastruktur," ujar Maria kepada KONTAN, Jumat (24/8).

Berbeda dengan proyek infrastruktur terutama proyek pemerintah. Proyek ini membuat rasio likuiditas kontraktor relatif lebih baik. Sebab, pendanaannya lebih jelas dan aman. Sehingga, potensi tersendatnya pembayaran dari pemilik proyek lebih minim terjadi.

Sayang, porsi kontrak proyek pemerintah yang diterima ACST belum dominan. ACST sejak awal tahun hingga saat ini telah mengantongi enam proyek. Total nilai proyeknya Rp 275 miliar.

Dari jumlah tersebut, porsi proyek pemerintah hanya 10%. "Kebanyakan untuk pengerjaan pondasi," imbuhnya.

Turunnya rasio likuiditas ACST juga tak lepas dari skema pembayaran yang umum digunakan dalam dunia konstruksi, turnkey. Dalam skema ini, pembayaran baru dilakukan setelah proyek selesai 100%.

Maria menambahkan, manajemen akan berupaya menjaga supaya rasio likuditasnya selalu dalam kondisi yang sehat. "Current ratio selalu kami jaga di atas 1 kali," tambah Maria.

Salah satu caranya, dengan mengejar proyek infrastruktur. Sayang, manajemen belum bersedia mengungkapkan proyek mana yang tengah diincar. Maria memastikan, perusahaan saat ini tengah mengikuti proses tender.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×