kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pertama kali, UU Pasar Modal menyasar direksi emiten


Senin, 30 November 2020 / 11:33 WIB
Pertama kali, UU Pasar Modal menyasar direksi emiten
ILUSTRASI. Pertama kali, undang-undang (UU) pasar modal digunakan untuk menjerat emiten nakal.


Reporter: Dityasa H. Forddanta | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pertama kali, undang-undang (UU) pasar modal digunakan untuk menjerat emiten nakal. Maka itu, manajemen emiten yang tidak menjalankan good corporate governance harus hati-hati. Bila nekat melawan hukum dan merugikan investor, manajemen emiten bisa diseret ke meja hijau.

Berinvestasi di pasar saham memang harus siap rugi. Bukan hal mustahil, harga saham yang sempat menembus Rp 8.000 kemudian jeblok menjadi Rp 50.

Bursa saham dalam negeri juga tidak asing dengan cerita investor saham merugi setelah harga saham jeblok gara-gara sentimen negatif kebijakan manajemen atau aksi korporasi yang tidak disukai pelaku pasar. Bahkan, ada emiten yang menyembunyikan informasi dari pemegang saham.

Alhasil, perusahaannya tampak menarik dan investor terbujuk membeli sahamnya. Begitu ketahuan belangnya, harga saham ambruk dan investor merugi.

Inilah yang dialami para investor PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (AISA). Kalau Anda masih ingat, di tahun 2018, manajemen AISA saat itu dituding memanipulasi laporan keuangan.

Baca Juga: Tiga Pilar (AISA) lanjutkan pencatatan saham hasil private placement akhir November

Joko Mogoginta, Presiden Direktur AISA saat itu, dan  mantan petinggi AISA lainnya, Budhi Istanto Suwito, diduga melakukan penggelembungan (overstatement) piutang anak usaha ke AISA dalam laporan keuangan tahun 2017. Imbasnya, laporan keuangan konsolidasi AISA tampak menarik.

Ini membuat banyak pemegang saham membeli saham AISA. Harga saham AISA sempat melesat hingga Rp 2.360 per saham pada tahun 2017.

Namun, fundamental AISA tak sebagus itu. Harga saham pun jatuh hingga ke kisaran level Rp 400. Apalagi Bursa Efek Indonesia (BEI) akhirnya menghentikan perdagangan saham AISA setelah para pemegang saham berseteru.

Deni Alfianto Amris termasuk salah satu investor yang tertarik membeli AISA. Setelah mengetahui manajemen AISA saat itu tidak jujur, ia pun membentuk Forum Investor Ritel AISA (Forsa) bersama investor AISA lainnya dan meminta pertanggungjawaban manajemen, dan mendorong perkara ini  ke meja hijau.

Nah, Pengadilan Jakarta Selatan  mulai menggelar persidangan  dengan terdakwa Joko dan Budhi. Yang menarik, Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Joko dan Budhi melanggar Undang-undang Nomor 8/1995 tentang Pasar Modal.

Hukumannya cukup berat, yakni kurungan paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 15 miliar.

Deni berkisah, dirinya sempat dimintai keterangan sebagai saksi korban oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). "Ini pertama kali, dan merupakan entry point yang baik untuk OJK," ujar dia kepada KONTAN.

Ia juga merespons positif penggunaan UU Pasar Modal untuk menjerat emiten nakal. Menurut dia, selama ini banyak investor cuma bisa gigit jari lantaran bila terjadi pelanggaran pasar modal oleh emiten, emiten tersebut cuma kena sanksi administratif.

"Ini akan memberi efek domino, bahwa UU pasar modal bisa menjerat perusahaan nakal," tegas dia.

Direktur Eksekutif Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) Syamsul Hidayat menilai, penggunaan UU Pasar Modal ini menunjukkan keseriusan OJK menegakkan aturan.
Jadi, ke depan, emiten tak gampang mengambil kebijakan yang bisa merugikan pemegang saham, khususnya pemegang saham publik.   

Selanjutnya: Ini daftar 13 UU yang akan diubah lewat RUU Omnibus Law Sektor Keuangan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×