kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pasar saham atau obligasi belum akan memberi imbal hasil tinggi saat ini


Selasa, 19 Mei 2020 / 06:04 WIB
Pasar saham atau obligasi belum akan memberi imbal hasil tinggi saat ini
ILUSTRASI. Director Portfolio Manager PT Schroders Investment Management Indonesia Irwanti./pho KONTAN/Carolus Agus Waluyo/12/12/2018


Reporter: Djumyati Partawidjaja | Editor: Djumyati P.

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Setelah berjalan 2 bulan, pemerintah mulai kelihatan melonggarkan beberapa peraturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Tapi apakah pelonggaran ini akan bisa membuat ekonomi bergerak? Bagaimana risiko besar terjadinya second wave dalam pandemik Covid-19? 

Berikut ini wawancara Kontan dengan Irwanti Investment Director Schroder Investment Management Indonesia beberapa hari lalu.

Bagaimana Anda melihat kondisi terakhir ini dengan pelonggaran PSBB dan dampaknya ke kondisi perekonomian secara keseluruhan?

Kayaknya dampaknya masih cukup besar karena pandemik ini. Kalau dilihat dari Covid-19 sendiri itu angka infeksinya masih bertambah dan bertambahnya juga walaupun berkurang tapi masih di angka yang cukup tinggi, di double digit

Di beberapa negara memang sudah mulai terkendali seperti di Eropa dan Amerika. Tapi di beberapa tempat lain ada yang memburuk seperti di Brasil. Tingkat pandemik globalnya dan tingkat ketakutannya itu masih belum bisa teratasi.

Dampak Covid-19 ini bisa ke dua hal. Pertama dampaknya ke perekonomian yang sangat signifikan karena lockdown yang harus dilakukan pemerintah. Nah, dampak yang kedua dari perubahan lifestyle karena orang-orang tidak bisa melakukan kegiatan seperti yang dilakukan sebelumnya. 

Ini seperti new normal.  Jadi kalau tadinya orang ke kantor mungkin kalau pun nanti wabah Covid-19 ini sudah berkurang mungkin 50:50. 50% balik kantor, 50% masih di rumah. Jadi ada perubahan kehidupan dan perubahan ekonomi.

Untuk yang financial market tentunya dampaknya lebih besar dari ekonomi. Memang lockdown ini berdampak ke ekonomi dari sisi cashflow. Bisnis yang tadinya bisa beroperasi tiba-tiba harus tutup. Tentu implikasi pada waktu bisnis tutup itu apa? Tidak ada pendapatan tidak apa penjualan.

Nah sepanjang mereka tidak ada penjualan, itu yang terkena dampak hal itu 2 hal. Pertama mereka bisa tetap membayar biaya-biaya operasional, tapi itu semua tergantung cash level mereka itu besar atau tidak. Atau kedua, mereka melakukan pengurangan biaya seperti beberapa karyawannya di non aktifkan.  

Jadi dampaknya dari dua sisi, bisnis terkena, daya beli juga terkena karena yang tadinya mendapatkan uang lembur tiba-tiba tidak dapat uang lemburan. Dulunya orang yang mempunyai pekerjaan, tiba-tiba unemployed. 

Makanya data unemployment di Amerika sendiri sudah mencapai 10 juta. Data yang sangat tinggi. Di Indonesia sendiri, kemungkinan bisa mencapai angka yang cukup tinggi walaupun tidak sebesar di Amerika. Di Amerika kan sektor jasanya sangat besar, seperti restoran, hotel, turisme sangat besar. Kalau di Indonesia masih diuntungkan karena sektor jasa itu masih belum terlalu besar terhadap ekonomi. Jadi data unemployment itu mungkin tidak sebesar Amerika tapi angka unemployment akan naik. 

Nah ini akan berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi sendiri seperti IMF dan World Bank itu sudah mengestimasi pertumbuhan ekonomi global itu di hampir -3%. Jadi ini angka yang terburuk sejak great recession di tahun 1930-an. 

Indonesia sendiri kita estimasi bisa negatif, tapi negatifnya sendiri tidak akan sebesar zona global. Jadi sebetulnya dampak resesi di Indonesia itu lebih baik dibandingkan global. Dalam estimasi kami di sekitar angka 0 sampai-0,5%. 

Kenapa bisa begitu? Karena PSBB kita itu tidak seekstrem negara-negara lain, jadi bisa dibilang agak longgar. Bahkan kita yang di Jakarta mungkin terasa lebih ketat dibandingkan daerah-daerah yang di luar Jakarta. Kalau kita bicara dengan pemain-pemain di kota lain itu mereka social distancing-nya itu tidak seketat Jakarta. Jakarta sendiri bisa dibilang tidak seketat negara-negara lain.

Jadi dampak ekonomi resesinya, Indonesia akan lebih kecil dibandingkan resesi di global ekonomi.  

   

Dengan kondisi seperti itu pasar saham dan obligasi akan seperti apa?

Kedua-duanya akan terkena dampak, enggak mungkin kedua pasar ini bisa memberikan return yang tinggi kalau perekonomian mengalami resesi atau pertumbuhan ekonominya itu di zona negatif. 

Tapi kalau kita pilih antara pasar saham atau obligasi, dalam keadaan uncertainty yang masih tinggi seperti saat ini,  pasar obligasi masih menjadi pilihan yang lebih aman. 

Untuk menangani pandemik itu pemerintah global itu melakukan stimulus, mereka banyak melakukan seperti quantitative easing (QE), printing money, membeli banyak obligasi untuk membantu perekonomian mereka. 

Ini yang dilakukan oleh Amerika secara agresif. Balance sheet dari The Fed itu naik sangat signifikan bisa mencapai US$ 10 triliun. Nah, dengan kondisi seperti ini QE-nya itu jauh lebih besar daripada QE di 2008.  Jadi otomatis uang-uang ini akan mencari alokasi investasi-investasi lain. Uang ini tidak akan masuk ke sektor real karena buat apa masuk ke sektor real saat ini karena tidak ada permintaan.

Orang-orang dulu zaman subprime bisa dibantu dengan uang bisa keluar belanja. Sekarang dikasih uang pun harus di rumah. Jadi level uang ini bisa membantu perekonomian itu akan jadi terbatas. 

Oleh karena itu kita berharap uang-uang yang dicetak di Amerika di Eropa itu akan mencari tempat investasi baru. Memang kelebihan Indonesia itu akan di obligasinya. Uang ini akan masuk ke Indonesia melalui obligasi karena obligasi Indonesia masih memberikan imbal hasil yang jauh lebih tinggi dibandingkan negara-negara yang lain.

Jadi kalau kita lihat obligasi Indonesia 10 tahun yield-nya 7,8%, inflasi kita prediksikan bisa turun, kemungkinan inflasi bisa di bawah 2%. Jadi kalau dengan 7,8% kita kurangkan inflasi 2% itu kira-kira ada real yield sekitar 5,8% hampir 6%. Nah tidak banyak instrumen investasi di luar yang bisa memberikan imbal hasil sebesar itu dengan volatilitas terukur. 

Itu yang membuat kita melihat bahwa obligasi Indonesia yang akan benefit dengan aliran dana yang dicetak besar-besaran dari luar. 

Tapi memang secara short term masih ada kekhawatiran bahwa pemerintah akan membanjiri suplai obligasi, tapi pemerintah sadar akan risiko ini. Akan ada downgrade rating obligasi kalau mereka tidak mengontrol suplai obligasi dan saya percaya dari track record Ibu Sri Mulyani sebelum-sebelumnya yang sangat prudent menjaga balance sheet.

Kalau tidak ada kekhawatiran tentang masalah suplai obligasi, tentunya obligasi akan memberikan ruang lebih baik untuk memberikan kinerja yang lebih baik ke depan dibandingkan dengan saham

Di beberapa negara sudah muncul isu default untuk obligasi negara. Untuk Indonesia seperti apa?

Kekhawatiran atau risiko default untuk di Indonesia itu cukup terbatas. Kenapa? Karena tingkat utang pemerintah terhadap ekonomi Indonesia atau government debt to GDP itu masih rendah, itu di level sekitar 30%-an. Ini jauh lebih rendah dibandingkan level tingkat utang di negara-negara lain, bahkan negara-negara maju itu punya tingkat utang yang jauh lebih tinggi ketimbang Indonesia. 

Tapi mereka beruntung karena mata uang mereka itu digunakan untuk reserve currency, seperti US dolar. Tingkat utang di US kan besar sekali. Tapi US dolar itu transactional currency dan reserve currency sehingga orang masih mau membeli surat utang mereka walaupun government debt-nya tinggi. 

Sedangkan Indonesia dengan tingkat utang yang rendah seperti ini rupiahnya bisa terkena dampak. Tapi untuk risiko default itu sangat terukur.

Untuk investor apa sarannya saat ini?

Dalam keadaan abnormal, cash level itu tidak bisa serendah pada saat normal. Investor harus lebih konservatif karena keadaan ini berbeda dengan business as usual. Jadi kita melihat porsi konservatif investment itu harus dibesarkan untuk saat ini. 

Tapi bukan berarti semuanya ya. Tetap harus ada porsi untuk melakukan investasi. Memang kita tidak bisa time bottom the market, tapi eventually ini akan kita lewati. Kita lewati dengan cara apa, pertama kalau vaksin ini ditemukan atau treatment efektif ditemukan. Nah kalau memang vaksin atau treatment ini ditemukan, karena krisis ini akan berakhir. 

Saya tidak tahu kapan, tapi kita sudah berjalan kira-kira setengah tahun mengalami krisis ini. Pada akhirnya progres di treatment akan ditemukan, kemungkinan 6 bulan atau 1 tahun lagi. Tapi eventually krisis akan berakhir, nah itu kalau menunggu saat itu rebound-nya juga akan sangat cepat.

Tapi saya sarankan investor itu tetap melakukan investasi, tapi secara gradual karena untuk bottom time the market itu sangat sulit. Nah yang kedua tergantung dari horison investasi, memang seperti yang tadi saya bilang lebih baik untuk masuk ke obligasi. Tapi untuk investor yang memilih untuk mengambil volatilitas atau risiko itu boleh untuk masuk ke saham karena kalau dilihat valuasi pasar saham itu lebih rendah dibandingkan pasar saham lainnya karena performance kita itu agak tertinggal. 

Tapi harus long term ya horisonnya untuk saham, karena kita melihat ini recovery-nya tidak akan berjalan dengan cepat. Recovery-nya akan butuh waktu.      

Banyak saham Indonesia yang mempunyai fundamental yang baik itu valuasinya sudah murah. Jadi yang pertama tentunya cash level harus dibesarkan, yang kedua kita mulai investasi gradual ke obligasi, sedikit boleh mulai masuk ke saham dengan pandangan long term. 

Jadi itu yang ingin saya camkan untuk investor jika ingin masuk ke saham. Sudah murah, tapi horisonnya jangka panjang. Bisa 3 tahun, at least 2-3 tahun lagi. Hopefully vaksin ini bisa ketemu dalam waktu 6 bulan, jadi akhir tahun ini. Lalu tahun depan recovery, tapi recovery-nya tidak akan kembali langsung, karena orang tidak akan ke normal yang dulu tapi new normal. 

Dan ekspektasi kami juga pergerakan antar negara masih akan kontinu, karena itu yang akan terakhir dilepas. Pemerintah negara akan membuka lockdown di dalam negaranya masing-masing untuk menjaga ekonomi mereka, tapi mereka tidak akan membuka orang luar untuk masuk ke negara mereka karena takutnya nanti akan ada second wave. Jadi itu semua yang harus kita cermati.  

Kalau melihat seperti itu sektor-sektor apa di saham yang menarik?

Tentunya yang defensif dulu yang akan lebih menarik. Defensif itu ya seperti yang jual barang-barang konsumer atau bahan-bahan pokok. Lalu sektor defensif yang mendapatkan keuntungan dari pandemik ini adalah sektor telekomunikasi, karena orang lebih banyak menggunakan internet. Lalu sektor konsumer yang tidak menjual bahan kebutuhan pokok, mereka tetap turun tapi tidak separah sektor-sektor yang lain. 

Memang sektor defensif yang local domestic consumption akan lebih baik dibandingkan sektor-sektor lain yang bergantung pada permintaan global.

Sektor perbankan kondisinya saat ini seperti apa?

Perbankan saat ini uncertainty-nya masih sangat besar, karena dampak dari perekonomian yang lemah ini tentunya akan mengenai dampak ke restrukturisasi. 

Jadi kita akan melihat akan banyak kredit mereka yang direstrukturisasi dan itu akan berdampak juga terhadap suku bunga, berdampak juga terhadap provisi atau kualitas kredit mereka. Kemungkinan dampak di perbankan itu akan lebih lama karena harus membenahi buku mereka sampai 1 tahun ke depan. Jadi memang perbankan masih cukup sulit recover-nya.

Kalau untuk ritel seperti apa?

Short term sih dampaknya signifikan karena kalau kita lihat dengan banyak mal yang tutup seperti ini tentunya penjualannya drop. Dengan penjualan yang turun, beban operasional masih terus berjalan. Jadi otomatis tahun ini profit mereka akan drop sangat signifikan. 

Tapi kita lihat ini temporary untuk ritel, recovery-nya akan terjadi cepat. Ini purely karena pandemik, sebenarnya sebelum pandemik bisnis mereka itu bagus. Tapi karena pandemik terkena dampak. Tapi seandainya pandemik mulai hilang, orang mulai beli mal mulai buka tentunya recovery penjualan mereka itu akan cukup cepat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×