kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kinerja semester I-2019 mayoritas emiten rokok tumbuh, begini rekomendasi analis


Senin, 05 Agustus 2019 / 21:41 WIB
Kinerja semester I-2019 mayoritas emiten rokok tumbuh, begini rekomendasi analis


Reporter: Nur Qolbi | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja mayoritas emiten rokok tumbuh positif pada semester I-2019, baik pendapatan maupun laba bersih. PT Gudang Garam Tbk (GGRM) membukukan kenaikan pendapatan dan laba bersih paling besar. Pendapatan GGRM tumbuh 16,42% secara tahunan, dari Rp 45,3 triliun menjadi Rp 52,74 triliun.

Sementara itu, laba bersih GGRM tumbuh lebih tinggi, yakni 20% year on year (yoy) menjadi Rp 4,28 triliun. Pada periode sama tahun sebelumnya, laba bersih GGRM adalah sebesar Rp 3,55 triliun.

Meskipun tumbuh paling besar, nilai laba bersih GGRM belum bisa mengungguli laba bersih PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk (HMSP). Per semester I-2019, HMSP ini mencatatkan pertumbuhan laba bersih 11% secara tahunan menjadi Rp 6,77 triliun, dari sebelumnya Rp 6,11 triliun.

Baca Juga: Hari pertama LQ45 freefloat, saham HMSP tetap hijau

Produsen rokok Lucky Strike dan Dunhill, PT Bentol International Investama Tbk (RMBA) juga berhasil mengurangi rugi bersihnya sebanyak 42% yoy menjadi Rp 312,32 miliar. Padahal, pada periode sama tahun sebelumnya, RMBA tercatat masih mencatatkan rugi sebesar Rp 537,52 miliar. 

Perusahaan ini juga berhasil mencatatkan kenaikan pendapatan sebesar 0,29% secara tahunan, dari Rp 10,19 triliun menjadi Rp 10,22 triliun.

Sebaliknya, PT Wismilak Inti Makmur Tbk (WIIM) mencatatkan pertumbuhan negatif pada pendapatan dan laba bersihnya, Pendapatan WIIM turun 4,48% yoy menjadi Rp 649,31 miliar. 

Sementara itu, laba bersih WIIM turun 54% yoy menjadi Rp 8,55 miliar. Berdasarkan laporan keuangan semester I-2019 WIIM, penurunan pendapatan ini seiring dengan penjualan sigaret kretek mesin (SKM) yang turun 4% yoy, sigaret kretek tangan (SKT) turun 10% yoy, penjualan cerutu turun 13% yoy, dan penjualan lainnya yang turun 10% yoy.

Analis Samuel Sekuritas Yosua Zisokhi mengatakan, ada dua faktor yang mempengaruhi pertumbuhan pendapatan dan laba bersih mayoritas emiten rokok ini, yaitu peningkatan volume penjualan rokok dan kenaikan harga penjualan rata-rata rokok.

Menurut Yosua, volume penjualan rokok nasional naik 2,1% sepanjang semester I-2019. 

“Perusahaan rokok juga mulai berani untuk menaikkan harga jual atau  ASP-nya. Kenaikannya variatif mulai dari  3% hingga 9%,” ucap dia. 

Sementara itu, kenaikan laba bersih hanya mengikuti kenaikan dari pendapatan.  Alasannya, Yosua melihat beban-beban perusahaan rokok cukup stabil pada paruh pertama 2019 ini.

Jika dirinci lebih lanjut, penjualan SKT HMSP juga turun 4% yoy, dari Rp 9,32 triliun menjadi Rp 8,9 triliun. Sebaliknya, SKT GGRM naik 4% yoy menjadi Rp 3,79 triliun.  Menurut Yosua, hal ini disebabkan oleh harga SKT HMSP yang cukup mahal dibandingkan SKT GGRM.

Baca Juga: Incar bisnis di luar rokok, Gudang Garam (GGRM) dirikan perusahaan kontraktor jalan

“Maka cukup wajar jika para konsumen, terutama yang concern dengan harga, lebih memilih brand dengan harga yang murah,” kata dia. 

Di samping itu, HMSP juga memang mengembangkan segmen SKM, terutama yang memiliki kandungan tar tinggi karena konsumsinya terus tumbuh dalam lima tahun terakhir.

Ke depannya, Yosua melihat prospek saham para emiten rokok ini masih cerah. Pasalnya, perusahaan-perusahaan ini cukup mature dengan permintaan yang relatif stabil. 

Selain itu, menurut dia, penetrasi e-cigarette yang sudah beredar sejak 2011 juga belum bisa menggantikan rokok konvensional. 

“Jika tarif cukai pun akhirnya dinaikkan, kami masih merasa kenaikan daya beli masyarakat masih bisa untuk mengonversi kenaikan dari harganya, sehingga margin keuntungan pada produsen rokok relatif stabil,” kata Yosua.

Untuk itu, ia merekomendasikan investor untuk buy saham HMSP dengan target harga tahun ini Rp 3.800 per saham. Ia juga merekomendasikan investor untuk buy saham dengan target harga Rp 90.000 saham. 

Analis Profindo Sekuritas Indonesia Dimas W.P. Pratama juga merekomendasikan buy saham GGRM dengan target harga akhir tahun Rp 100.000 per saham. Sementara itu, ia kurang merekomendasikan HSMP  karena pergerakan saham yang datar beberapa tahun ini dan jumlah free float yang relatif kecil untuk investor retail.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×