kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kiat Direktur Bancassurance Great Eastern Life Indonesia, Nina Ong dalam berinvestasi


Jumat, 24 April 2020 / 15:58 WIB
Kiat Direktur Bancassurance Great Eastern Life Indonesia, Nina Ong dalam berinvestasi
Direktur Bancassurance Great Eastern Life Indonesia, Nina Ong.


Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Diversifikasi adalah kunci. Motto tersebut selalu jadi pegangan Direktur Bancassurance Great Eastern Life Indonesia Nina Ong dalam menjalankan investasinya.

Bagi Nina, instrumen investasi tidak akan selalu menghasilkan keuntungan, oleh karena itu, menjaga stabilitas dari nilai investasi menjadi penting. Salah satunya adalah melalui diversifikasi tadi.

Nina bercerita, kala itu dirinya memulai investasi pada 2006 silam dan langsung memilih properti sebagai instrumen investasi pertamanya. Faktor properti yang secara umum appreciate in value dan stabil menjadi alasan Nina saat itu.

Baca Juga: Ventilator laku keras, taipan Singapura tambah kaya dengan pendapatan Rp 15,6 T/bulan

“Ditambah lagi properti juga memberikan passive income. Sementara value-nya tetap naik serta memiliki peluang untuk memberikan return yang bagus ke depannya,” kata Nina kepada Kontan.co.id.

Pada periode awal masa investasinya, wanita lulusan Master of Management dari Universitas Gajah Mada ini mengaku kendalanya terletak pada pemilihan lokasi yang strategis.

Selain itu, tantangan juga datang dalam pengelolaan dana antara kebutuhan pokok dan biaya cicilan properti. Mau tak mau, Nina membatasi pengeluaran sesuai kebutuhan serta menghindari barang-barang konsumtif guna memastikan investasinya berjalan lancar.

Merasa sudah cukup stabil, Nina akhirnya merambah instrumen investasi lain guna melakukan diversifikasi. Ketika itu, saham-saham blue chip dan produk reksadana jadi pilihan Nina. Namun sayang, upaya diversifikasi tersebut berjalan kurang mulus setelah kondisi memburuk seiring krisis ekonomi global 2008 terjadi.

Baca Juga: Ini penjelasan pemerintah soal keikutsertaan 8 platform digital di kartu prakerja

“Akibat krisis tersebut, seluruh instrumen saham mengalami penurunan yang cukup parah. Untungnya investasi properti saat itu tidak terlalu terdampak karena harganya masih cukup stabil sehingga kerugiannya tidak terlalu parah,” terang wanita yang mengawali karirnya di PT Sekawan Mulia ini.

Namun dari masa-masa tersebut Nina belajar bahwa ketika mengalami kerugian di investasi saham, investor harus segera membeli berkala untuk leveraging loss. Jadi ketika nilai saham turun, investor tak perlu panik, justru harus segera menyisihkan dana untuk beli saham kembali.

“Mungkin secara nilai buku, saham yang kita beli terlihat merugi. Tetapi kalau tidak kita jual, berarti kita belum realisasi loss,” tambah Nina.




TERBARU

[X]
×