kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,51   7,16   0.77%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ini mata uang yang diuntungkan saat terjadi currency war


Rabu, 07 Agustus 2019 / 10:04 WIB
Ini mata uang yang diuntungkan saat terjadi currency war


Reporter: Danielisa Putriadita | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Aksi China yang sengaja melemahkan yuan memicu perang mata uang di pasar keuangan global. Di tengah kondisi ini, analis mengatakan beberapa pasangan mata uang lain jadi menerima berkah.

Analis Monex Investindo Futures Faisyal mengatakan, pasangan mata uang EUR/USD jadi menarik untuk dibeli ketika terjadi perang mata uang. "Akhir-akhir ini data ekonomi kawasan Eropa membaik, di tengah pelemahan dolar AS karena ketegangan AS dan China, euro jadi menarik," kata Faisyal, Selasa (6/8).

Baca Juga: Ini Alasan Mengapa Indonesia Tidak Angkat Ekspor dengan Melemahkan Valuta premium

Direktur Utama PT Garuda Berjangka Ibrahim menambahkan, mata uang yang sering dijadikan aset safe haven seperti yen dan franc swiss juga diburu ketika currency war terjadi.

Sementara, untuk aksi jual, Faisyal merekomendasikan poundsterling dan dolar Australia. Menurut Faisyal kondisi persoalan Brexit dan sentimen perang dagang sangat menekan mata uang tersebut.

Baca Juga: Simak rekomendasi analis untuk saham infrastruktur di tengah pelemahan yuan

Selain itu, Faisyal juga merekomendasikan jual untuk dolar Kanada. Ketika perang kurs terjadi, pelaku pasar cenderung menghindari aset berisiko seperti dolar Kanada. Apalagi, harga minyak cenderung turun memberi sentimen negatif pada dolar Kanada.

Ibrahim  memproyeksikan perang kurs hanya terjadi sementara. Ibrahim memproyeksikan jika Presiden AS Donald Trump benar-benar menerapkan tarif impor dan China melawan dengan menaikkan tarif impor maka perang kurs bisa berhenti.

"Sampai ada perlawanan ketika 1 September mendatang Donald Trump menerapkan impor dan Tiongkok melawan ini baru ada keseimbangan," kata Ibrahim.

Sekedar informasi, China sengaja melemahkan yuan dan tidak akan membeli produk pertanian AS. Hal ini sebagai bentuk balasan atas rencana Trump menerapkan tarif impor tambahan senilai US$ 300 miliar ke semua produk asal China.

Sejauh ini, China sudah melawan penguatan dolar  AS dengan menurunkan cadangan rasio, melakukan isolasi dengan tidak mengimpor batubara, timah, nikel dan baja, dan terakhir melemahkan mata uangnya.

"Tiongkok juga sudah menjual obligasi AS dan berimbas pada melemahnya yuan. Kondisi ini dimanfaatkan pairing safe haven yen, franc swiss, euro dan poundsterling yang menikmati kondisi perang dagang," kata Ibrahim.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×