kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45918,55   -16,97   -1.81%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

CDS Indonesia bertenor 5 tahun bertengger di level tertinggi


Senin, 29 Oktober 2018 / 05:22 WIB
CDS Indonesia bertenor 5 tahun bertengger di level tertinggi
ILUSTRASI. Bursa Efek Indonesia


Reporter: Dimas Andi | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pasar saham Indonesia masih mengalami gejolak dalam sepekan terakhir. Kondisi ini menyebabkan Credit Default Swap (CDS) Indonesia ikut terkerek. Informasi saja, CDS merupakan persepsi risiko investasi di Indonesia.

Mengutip Bloomberg, CDS Indonesia untuk tenor 5 tahun bertengger di level tertingginya di tahun ini yakni 159,13 pada perdagangan Jumat (26/10). Sepanjang bulan Oktober, CDS Indonesia tenor 5 tahun telah melonjak 22,30% (mtd).

CDS Indonesia tenor 10 tahun juga mengalami tren kenaikan. Hingga Kamis (25/10) lalu, CDS Indonesia tenor 10 tahun Indonesia telah naik 7,93% (mtd) sepanjang bulan Oktober ke level 227,18.

Analis Fixed Income MNC Sekuritas, I Made Adi Saputra mengatakan, tren kenaikan CDS Indonesia lebih dipicu oleh sentimen eksternal yaitu gejolak pasar saham global. Gejolak tersebut membuat para pelaku pasar global memindahkan dananya dari saham ke instrumen US Treasury atau surat utang dari negara-negara maju lainnya.

“Ini yang membuat yield surat utang di negara-negara maju cenderung stabil,” ujar dia, akhir pekan lalu.

Bersamaan dengan itu, para pelaku pasar menghindari aset-aset dari negara emerging market yang memiliki risiko tinggi. Apalagi, kekhawatiran tak hanya berasal dari gejolak pasar saham global, tapi juga dari gejolak geopolitik yang terjadi di berbagai kawasan dunia dalam beberapa waktu terakhir.

Tak heran, secara umum CDS di negara-negara emerging market mengalami tren kenaikan. Filipina misalnya. CDS tenor 5 tahun di negara Asia Tenggara tersebut menyentuh level 97,78 pada Jumat lalu yang merupakan level tertingginya di tahun ini.

Made menambahkan, pada dasarnya kondisi internal Indonesia cenderung kondusif belakangan ini. Kurs rupiah terhadap dollar Amerika Serikat tampak tidak terlalu volatil dalam dua pekan terakhir, walaupun sepanjang Oktober kurs rupiah di pasar spot tetap terkoreksi 2,10% (mtd) dihadapan the greenback.

Di samping itu, investor asing pun mulai berani masuk ke pasar obligasi Indonesia meski tidak terlalu agresif.

Mengutip data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemkeu, secara berturut-turut dari tanggal 19 hingga 25 Oktober lalu, asing menambah kepemilikannya di Surat Berharga Negara (SBN) sebanyak Rp 9,1 triliun menjadi Rp 859,12 triliun.

Karena sentimen utama kenaikan CDS Indonesia berasal dari luar negeri, hal ini sangat mempengaruhi pergerakan yield Surat Utang Negara (SUN) berdenominasi dollar AS. “Sepanjang bulan ini, rata-rata kenaikan yield SUN berdenominasi dollar AS mencapai 8,61%,” terang Made.

Sebaliknya, yield SUN berdenominasi rupiah di pasar sekunder hanya mengalami kenaikan rata-rata sebesar 5,31% selama bulan ini berlangsung.

Made berpendapat, di atas kertas CDS Indonesia dan negara emerging market lainnya masih akan berada dalam tren kenaikan. Pasalnya, masih banyak ketidakpastian global yang berpotensi berlangsung hingga akhir tahun, sehingga persepsi risiko investasi di negara berkembang masih tergolong tinggi.

Hal yang bisa dilakukan adalah meminimalisir sentimen negatif dari dalam negeri sehingga pergerakan CDS Indonesia tidak terlalu volatil. “Tren kenaikan CDS sulit dihindari untuk saat ini karena kondisi eksternal masih bermasalah,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×