kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45931,36   3,72   0.40%
  • EMAS1.320.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Waspadai koreksi singkat pasar obligasi


Selasa, 14 Maret 2017 / 10:08 WIB
Waspadai koreksi singkat pasar obligasi


Reporter: Umi Kulsum | Editor: Sanny Cicilia

JAKARTA. Menjelang pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) pertengahan pekan ini, pasar obligasi dalam negeri masih positif. Kemarin (13/3), Indonesia Composite Bond Index (ICBI) yang disusun Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA) masih naik, meski sangat tipis, yakni dari 215,726 jadi 215,734.

Namun, Fund Manager Capital Asset Management Desmon Silitonga menilai, pasar obligasi berpotensi terkoreksi pasca rapat The Fed. Hal ini terutama akan terjadi bila bank sentral AS tersebut menaikkan suku bunganya.

Jika Fed funds rate naik dalam rapat kali ini, investor akan kembali menyesuaikan potofolionya. "Kemungkinan pasar akan terguncang, walau saat ini masih positif," kata Desmon, kemarin.

Analis Fixed Income MNC Securities I Made Adi Saputra menuturkan, koreksi pada pasar obligasi Indonesia sebenarnya sudah berlangsung sejak pekan lalu walau kembali stabil. Pekan lalu, ICBI sempat terkoreksi setelah sempat mencapai level 216,46 pada perdagangan Rabu (8/3).

Made menilai, investor asing cenderung bersikap wait and see menjelang pelaksanaan rapat The Fed. Ini tercermin dari volume perdagangan yang mengecil. Misalnya saja, akhir pekan lalu, perdagangan tercatat hanya Rp 5,88 triliun. Padahal sebelumnya bisa mencapai sekitar Rp 12,66 triliun.

Sokongan fundamental dalam negeri yang kuat membuat yield obligasi tak akan terkoreksi terlalu dalam. Tapi patut diwaspadai pergerakan rupiah pasca FOMC meeting. Jika rupiah bergerak melemah hingga tembus Rp 13.400, pasar obligasi bisa bearish.

Koreksi jangka pendek

Tapi, Desmon menyebut koreksi hanya terjadi dalam jangka pendek. Saat ini, investor asing menilai prospek surat berharga negara (SBN) masih menarik. Buktinya, menurut data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, per 7 Maret, kepemilikan asing di SBN yang dapat diperdagangan masih sebesar Rp 697,25 triliun.

"Ini artinya investor asing melihat dalam jangka panjang fundamental ekonomi Indonesia cukup baik. Apalagi yield SUN 10 tahun Indonesia paling tinggi dibanding negara lain, yakni sebesar 7,4%-7,5%," ujar Desmon. Jadi, baik dari sisi risiko maupun imbal hasil. Indonesia masih menarik.

Karena itu. meski The Fed menaikkan suku bunga, Desmon tetap optimistis pasar obligasi bakal tetap menghijau di tahun ini. Ia memprediksi imbal hasil investasi obligasi bisa mencapai 10%-11%.

Prediksi Made, setelah rapat The Fed, investasi yang menjadi pilihan adalah surat utang negara (SUN) yang punya likuiditas besar. "Untuk investor yang punya kebutuhan trading lebih cocok ke SUN jangka pendek tenor 5-10 tahun," ungkap dia.

Serupa dengan Desmon, Made melihat imbal hasil yang diberikan pemerintah masih menarik bagi investor asing. Belum lagi, lembaga pemeringkat Moody's Investors Services juga sudah mengerek outlook surat utang pemerintah Indonesia dari stabil menjadi positif. Moody's juga menegaskan peringkat obligasi Indonesia di Baa3, yang merupakan investment grade.

Desmon memprediksi yield FR0059 tenor sepuluh tahun antara 7,4%-7,8%. Sementara Made menganalisa yield seri obligasi tersebut mencapai 7,25%. Made juga menghitung imbal hasil investasi SUN tahun ini akan berkisar di rentang 10%-11%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×