kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Sentimen margin bunga hantui saham perbankan


Jumat, 27 April 2018 / 08:33 WIB
Sentimen margin bunga hantui saham perbankan
ILUSTRASI. Pelayanan Nasabah di Bank BRI


Reporter: Dityasa H Forddanta | Editor: Sanny Cicilia

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Saham bank berkapitalisasi pasar besar (big caps) kembali menjadi kambing hitam di balik anjloknya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Bobotnya yang besar menjadi pemberat IHSG saat investor asing menarik dananya keluar.

Terus tertekannya saham bank membuat saham sektor keuangan di Bursa Efek Indonesia (BEI) sejak awal tahun sudah tergerus hampir 9%. Bahkan, secara sektoral, saham di sektor tersebut mengalami penurunan terbesar pada perdagangan Rabu (25/4), yakni 4,07%.

Aditya Perdana Putra, analis Semesta Indovest, menilai, aksi jual asing yang menekan saham perbankan ini salah satunya dipengaruhi kekhawatiran investor terhadap prospek kinerja sektor perbankan di tengah potensi naiknya tingkat suku bunga acuan.

Dalam kondisi normal, kenaikan suku bunga akan diikuti oleh naiknya bunga kredit. Dengan begitu, net interest margin (NIM)yang berasal dari pendapatan bunga, sebagai komponen utama pemasukan bank, akan tetap terjaga.

Masalahnya, bunga kredit bisa dinaikkan saat ekonomi benar-benar kuat. Sementara, hingga saat ini pertumbuhan ekonomi Indonesia belum terlalu kencang, belum mampu menyentuh angka 6%. "Jadi, kemungkinan bank menahan dulu, tidak menaikkan bunga kredit," ujar Aditya kepada KONTAN, Kamis (26/6).

Artinya, ada kemungkinan NIM sektor perbankan akan tergerus. Apalagi Bank Indonesia (BI) saat ini mengambil sikap lebih terbuka dan memberi sinyal kemungkinan kenaikan suku bunga 7-day repo rate (BI7DRR).

Masih ada peluang

Untungnya, tidak semua bank dalam kondisi riil terpapar risiko tersebut. Bank dengan cost of fund yang lebih rendah dibanding simpanan berbiaya murah atau current account saving account (CASA) akan relatif lebih aman dari risiko kenaikan suku bunga. "Kondisi itu secara umum ada di bank kategori BUKU IV", kata Aditya. Cuma memang, fundamental akan jauh lebih aman jika disertai dengan tingkat kredit macet atau non-performing loan (NPL) yang juga rendah.

Siklus puncak NPL sudah terjadi pada 2016. Sejak saat itu, tren mereda, tercermin dari turunnya biaya pencadangan. "Ada juga yang terlihat masih memperbaiki NPL seperti BMRI dan BNLI," tambah Aditya.

Alexander Maragonis, analis UOB Kay Hian, berpendapat, BBNI cukup baik menjaga NPL. Jumlah NPL emiten ini di kuartal I-2018 sebesar Rp 2,3 triliun, sama seperti posisi Desember 2017. "Padahal, pinjaman kategori berisiko di BBNI naik 10%," tulis Alexander dalam riset 24 April.

Dia merekomendasikan buy saham BBNI dengan target harga Rp 8.725 per saham. Sementara, Aditya merekomendasi holdsaham BBCA dan BBNI dengan target harga masing-masing Rp 21.900 dan Rp 9.100 per saham.

Kemarin, saham BBCA turun 400 poin ke level Rp 21.350 per saham. Sedang saham BBNI turun 325 poin, ke level Rp 7.900 per saham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×