kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Saham dijagokan sebagai instrumen investasi berkinerja paling apik tahun ini


Minggu, 07 Maret 2021 / 14:58 WIB
Saham dijagokan sebagai instrumen investasi berkinerja paling apik tahun ini


Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Mengawali dua bulan dalam tahun ini, rupanya aset saham kelas berhasil menjadi instrumen investasi dengan kinerja paling apik. Hal ini dapat dilihat dari kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang pada akhir Februari telah berada di level 6.241,79 atau naik 4,39% sejak akhir tahun lalu. 

Kinerja IHSG tersebut berhasil mengalahkan instrumen investasi lainnya seperti obligasi, mata uang, dan juga emas. Obligasi korporasi (Indobex Corporate Bond) tercatat hanya naik 0,62%. Sementara obligasi pemerintah yang tercermin dari Indobex Government Bond bahkan berkinerja negatif, yakni turun 2,16%. 

Lalu, mata uang dengan kinerja paling baik, yakni poundsterling pun kinerjanya masih di bawah IHSG, yakni tumbuh 3,48%. Sedangkan emas, justru menjadi instrumen investasi dengan kinerja terburuk setelah emas spot mengalami penurunan hingga 8,60%.

Head Business Development Division Henan Putihrai Asset Management,, Reza Fahmi, mengungkapkan, kinerja moncer IHSG tidak terlepas dari terjadinya V shape recovery. Hal ini terjadi dikarenakan langkah Bank Indonesia dan pemerintah yang menurutnya sudah tepat. 

Baca Juga: IHSG diprediksi melanjutkan pelemahan pada Senin (8/3), cermati saham-saham ini

“BI dan pemerintah mengambil langkah tepat seperti kebijakan moneter dengan menurunkan suku bunga dan kebijakan fiskal dengan memberikan bantuan langsung tunai dan pengaturan investasi di Indonesia. Ini beri dampak positif ke pasar keuangan kita,” kata Reza kepada Kontan.co.id, Jumat (5/3).

Sementara terkait kinerja obligasi, Reza menilai tertekannya obligasi pemerintah pada awal tahun ini dipicu oleh kenaikan yield dari US Treasury. Selain itu, pelemahan yang terjadi di rupiah pada akhirnya semakin membuat investor asing memutuskan untuk sell off di obligasi Indonesia. 

Ke depan, untuk itu Reza meyakini investor sebaiknya wait and see terlebih dahulu untuk pasar obligasi. Ia melihat pasar saham yang akan punya prospek lebih menarik. Apalagi, proses vaksinasi yang terus berjalan dan mulai menurunnya angka penularan Covid-19 dapat menjadi katalis positif.

Belum lagi, program-program stimulus ekonomi baik dari dalam negeri maupun global masih akan terus dilakukan. Dengan adanya omnibus law dan SWF juga akan memicu investor asing untuk masuk ke pasar saham. Reza optimists, berbagai faktor tersebut dapat mengerek IHSG naik ke level 6.700 pada akhir tahun ini.

“Saham-saham siklikal, lalu saham yang terpengaruh oleh pemulihan ekonomi seperti sektor konsumer menarik untuk dipertimbangkan. Belum lagi, saham dari sektor properti dan otomotif yang terkena dampak positif dari stimulus pajak. Lalu, saham-saham yang mendukung bisnis digital dan ESG (Environmental, Sustainable, dan Governance) juga cukup menarik,” imbuh Reza.

Dengan kondisi saat ini, Reza merekomendasikan susunan portofolio dapat dibagi menjadi 60% pada reksadana saham, 25% reksadana pasar uang, serta 15% reksadana campuran atau pendapatan tetap.

Selanjutnya: IHSG naik 0,27% sepekan, kapitalisasi pasar BEI justru turun tipis

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×