Reporter: Dwi Nicken Tari | Editor: Adi Wikanto
JAKARTA. Rupiah menutup akhir pekan ini dengan berada di level terdalamnya sejak 1998. Faktor eksternal, terlebih lagi penguatan dollar Amerika Serikat (AS) terkait prospek kenaikan suku bunga, menjadi pemicu melemahnya rupiah selain perekonomian domestik yang juga sedang lesu. Pelemahan ini diperkirakan akan berlanjut pada pekan depan.
Di pasar spot, Jumat (31/7) posisi rupiah terhadap dollar AS turun 0,60% ke Rp13.539 dibandingkan hari sebelumnya dan dalam sepekan terakhir harga melemah 0,68%. Begitu pula di kurs tengah Bank Indonesia, nilai rupiah Jumat (31/7) melemah 0,09% ke level Rp13.481 dan sepanjang pekan ini masih merunduk 0,24%.
Nizar Hilmy, Analis SoeGee Futures, menyebut pelemahan rupiah karena penguatan dollar AS yang mendapat dukungan dari prospek kenaikan suku bunga. Dollar AS baru-baru ini ditopang data ekonomi AS per kuartal 1 yang meskipun di bawah ekspektasi di level 2,3% tetapi jauh lebih baik ketimbang periode sebelumnya di -0,2%.
“Data produk domestik bruto (PDB) AS itu dipandang pasar sebagai dukungan untuk kenaikan suku bunga dan menjaga penguatan dollar AS. Apalagi FOMC Statement menyatakan bahwa the Fed optimis menaikkan suku bunga meski tidak menyebutkan waktunya,” ujar Nizar.
Sementara dari domestik, ekonomi Indonesia saat ini sedang melemah. Pelemahan ini juga dampak dari apresiasi dollar AS, merosotnya permintaan komoditas karena perlamabatan ekonomi China, peraturan pemerintah tentang pelarangan ekspor untuk beberapa komoditas. “Sehingga negara-negara yang sebagian besar mata uang negara yang perekonomiannya bermain di komoditas menjadi lemah terhadap dollar AS,” tambah Nizar.
Nizar menduga bahwa rupiah sepekan ke depan bisa berpotensi menguat. Namun, penguatan hanya berlangsung sementara dan dalam jangka selanjutnya akan kembali melemah. Oleh karena itu, Nizar menduga rupiah sepekan ke depan akan bergulir di kisaran Rp13.500-Rp13.600.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
