kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Risiko mengadang tren bullish bursa saham


Senin, 22 Januari 2018 / 11:02 WIB
Risiko mengadang tren bullish bursa saham
ILUSTRASI. Pasar modal


Reporter: Dityasa H Forddanta | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tren bullish pasar saham domestik belum berakhir. Akhir pekan lalu (19/1), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengukir rekor baru lagi dan ditutup menguat 0,28% ke level 6.490,90.

Namun hati-hati, risiko harus diwaspadai seiring naiknya valuasi saham di Bursa Efek Indonesia (BEI). Akhir pekan lalu, price earning ratio (PER) IHSG di level 18,92 kali. Angka ini di atas PER indeks SET Thailand 17,03 kali, Shanghai 16,85 kali, Hang Seng 14,93 kali, Straits Times 11,59 kali dan KOSPI 10,50 kali.

Head of Intermediary Schroders Investment Management Indonesia Teddy Oetomo menyebutkan, salah satu sentimen negatif yang perlu diwaspadai investor adalah rebalancing indeks MSCI Emerging Market, Mei 2018. Sebab, MSCI berpeluang akan memasukkan portofolio saham dari pasar modal Arab Saudi. "Jika Arab Saudi masuk, ini risiko bagi Indonesia," ungkap Teddy kepada KONTAN, Jumat pekan lalu.

Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) Tito Sulistio tak menampik potensi risiko tersebut. Menurut dia, nilai kapitalisasi pasar (market cap) Indonesia dan Arab Saudi tak jauh berbeda. Bursa saham Arab Saudi memiliki market cap US$ 471 miliar, sementara market cap BEI mencapai US$ 543 miliar.

Lantaran hampir sama, jika portofolio Arab Saudi masuk, apalagi jika initial public offering (IPO) Saudi Aramco terwujud, bobot IHSG di indeks MSCI Emerging Market bisa terdilusi. "IHSG bisa terdilusi 2,2%–2,3%," imbuh Tito.

Teddy menyatakan, dilusi bobot IHSG memberikan konsekuensi saham di BEI terdepak dari indeks MSCI. Skenario terburuknya, penurunan bobot itu berpotensi mendorong dana asing keluar alias terjadi capital outflow.

Saat ini, dana asing yang berputar di pasar lokal sekitar Rp 1.900 triliun. Alhasil, dilusi sebesar 2% saja setara Rp 40 triliun. "Itu sama dengan dana asing yang keluar tahun lalu," ungkap Teddy. Namun, itu baru sebatas risiko, belum tentu terjadi tahun ini.

Meski keputusan rebalancing berada di tangan MSCI, masih ada hal yang bisa dilakukan demi memitigasi risiko itu. Salah satunya menggenjot kapitalisasi pasar BEI. "Karena kapitalisasi pasar kita masih kecil, sehari transaksi di China setara transaksi di pasar kita setahun," jelas Tito.

Tentu, bursa tidak bisa bekerja sendiri agar pasar modal lokal tetap menarik, terutama di mata asing. Dukungan pemerintah sangat diperlukan.

Fixed Income Fund Manager Ashmore Asset Management Indonesia Anil Kumar menilai, setidaknya ada tiga hal yang membuat asing tertarik masuk Indonesia saat ini. Pertama, kurs rupiah yang cenderung stabil. "Kalau stabil seperti ini, investor asing tidak perlu hedging. Hedging itu mahal," kata dia.

Kedua, inflasi relatif terkendali di kisaran 3,4%, sementara imbal hasil obligasi negara bertenor 10 tahun sekitar 6%. Selisihnya masih lebar. Faktor ketiga, kata Anil, pemerintah berhasil meredam isu yang berpotensi memunculkan ketidakstabilan politik.

Faktor keempat, potensi kenaikan rating utang Indonesia. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan,Moody's Investors Service, berpeluang menaikkan rating Indonesia karena pencapaian fiskal Indonesia tahun 2017 relatif bagus.

Direktur Avrist Asset Management Hanif Mantiq optimistis dana asing terus mengalir ke dalam negeri, baik ke pasar saham maupun obligasi. "Kami perkirakan IHSG tumbuh di atas 10%, menembus 7.000 hingga akhir tahun ini," ujar Hanif dalam keterangan resminya, Rabu (17/1).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×