kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Rezim impor komoditas pangan terus berlanjut


Jumat, 23 Maret 2018 / 11:42 WIB
Rezim impor komoditas pangan terus berlanjut
ILUSTRASI. Operasi pasar bawang putih


Reporter: Abdul Basith, Lidya Yuniartha, Noverius Laoli | Editor: Sanny Cicilia

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) nampaknya masih melanjutkan rezim impor pangan yang tak berkesudahan. Hal ini menunjukkan kalau pemerintah saat ini masih belum mampu mewujudkan kedaulatan dan swasembada pangan di Tanah Air.

Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mengatakan, rezim impor pangan berlanjut lantaran produksi dalam negeri tidak memenuhi kebutuhan. "Sebenarnya tidak ada yang salah dengan impor, tapi pemerintah harus berupaya juga mengurangi, bukan malah terus bertambah seperti sekarang," ujarnya kepada KONTAN, Kamis (22/3).

Dia mengatakan, dibukanya impor beras sebanyak 500.000 ton tahun ini terjadi lantaran produksi masih kurang. Tak pelak, harga beras pun naik. Kondisi itu berbanding terbalik dengan klaim dari Kementerian Pertanian (Kemtan) yang mengatakan produksi beras mengalami surplus.

Selain impor beras, pemerintah juga membuka keran impor bawang putih sebanyak 450.000 ton di tahun 2018 ini. Namun impor bawang putih ini menyulut polemik lantaran tidak dapat menekan harga di pasar. Saat ini rata-rata harga bawang putih di tingkat konsumen Jakarta mencapai Rp 40.721 per kilogram (kg). Jauh lebih tinggi dari harga di distributor Rp 18.000 per kg.

Demikian juga dengan impor garam. Kemdag telah mengeluarkan Surat Persetujuan Impor (SPI) garam industri sebesar 2,37 juta ton hingga kuartal pertama ini. Target impor garam pada tahun 2018 ini sebesar 3,7 juta ton. Garam yang diimpor merupakan garam kebutuhan industri.

Impor garam terus berlanjut lantaran produksi garam dalam negeri tak kunjung naik. Selain kuantitasnya, kualitas garam dalam negeri juga tidak bisa dipakai untuk bahan baku industri. Pada tahun 2017 lalu produksi garam hanya 1,11 juta ton dari kebutuhan garam nasional 4 juta ton.

Kemdag juga telah mengeluarkan izin impor gula mentah (raw sugar) sebanyak 1,8 juta ton tahun ini. Hal ini untuk memenuhi kebutuhan gula industri yang diprediksi mencapai 3,6 juta ton.

Lahan terbatas

Guru Besar IPB Dwi Andreas Santosa mengatakan, pemerintah memang harus rasional dalam mengelola produksi pangan. Ia bilang, belakangan ada tendensi pemerintah ingin menonjolkan produksi salah satu pangan dan mengorbankan produksi pangan lainnya. "Dengan lahan pertanian terbatas, kita sulit meningkatkan produksi pangan di semua lini," ujarnya.

Klaim swasembada pangan pemerintah menjadi tidak berarti lagi karena impor terus meningkat. Bahkan dia menghitung, dalam beberapa tahun terakhir, total impor tujuh komoditas pangan yakni beras, jagung, gandum, ubi kayu, bawang putih, kedelai, dan gula tebu justru meningkat 21,7 juta ton pada 2014 menjadi 25,4 juta ton pada 2017. "Kalau ditotal impor bukannya turun tapi naik. Klaim berbeda dengan data ada," kata Dwi.

Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengaku pihaknya hanya membuka impor bahan pangan bila harga dalam negeri meningkat dan produksi kurang. Hal itu untuk menjaga agar tidak terjadi gejolak. Terkait impor bawang putih yang harganya masih naik, ia berjanji akan memangil para impotir. "Kami akan meminta penjelasan mereka, memang sekarang impor bawang putih belum semuanya masuk Indonesia," ujarnya.

Kepala Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kemtan Agung Hendriadi mengatakan, sebenarnya produksi beras dalam negeri sudah cukup, namun sebagian besar ada di pedagang. "Jadi sebenarnya tidak perlu impor beras lagi karena itu akan menyusahkan petani. Harga akan turun bila pasokan bertambah," ucapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×