kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Return Obligasi Negara Hanya 7% di Tahun Ini


Jumat, 25 Mei 2012 / 08:56 WIB
Return Obligasi Negara Hanya 7% di Tahun Ini
ILUSTRASI. Ilustrasi santan dalam kemasan. KONTAN/Cheppy A. Muchlis


Reporter: Wahyu Satriani Ari Wulan, Ruisa Khoiriyah | Editor: Asnil Amri

JAKARTA. Obligasi pemerintah tak akan mencetak imbal hasil tinggi tahun ini. Peluang pertumbuhan keuntungan Surat Berharga Negara (SBN) dinilai sudah terbatas.

Handy Yunianto, Head of Fixed Income Research Mandiri Sekuritas, mengungkapkan, selama dua tahun terakhir, kinerja obligasi pemerintah sudah tinggi di atas 20% hingga yield-nya sudah sangat rendah. "Jadi, pergerakannya sudah makin terbatas," ujarnya, Rabu (23/5).

Dalam hitungan Handy, return obligasi pemerintah tahun ini akan berkisar 7%. Angka itu jauh lebih rendah daripada return tahun lalu yang mencapai 21,55%, atau tahun 2010 yang tumbuh 21,12%.

Return obligasi negara, selama tahun ini, juga diperkirakan jauh di bawah kinerja saham. Keuntungan berinvestasi saham tahun ini diprediksi mencapai 15% dengan asumsi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menapak 4.600.

Namun, obligasi masih menjanjikan keuntungan lebih baik daripada deposito bank, yang kini cuma memberikan bunga 5,5%. Peluang mengantongi untung lebih tinggi dari tren harga obligasi yang menurun, saran Handy, bisa disiasati dengan trading.

Namun, tentu, risiko melakukan trading lebih tinggi daripada memegang obligasi hingga jatuh tempo. "Kuncinya, investor harus cermat memantau risiko di nilai tukar. Jika kurs rupiah kuat, kinerja obligasi bisa lebih baik," tutur Handy.

Analis NC Securities I Made AS, menambahkan, return obligasi pemerintah hingga akhir tahun ini, masih akan dibayangi wacana kenaikan bahan bakar minyak (BBM) dan sentimen pasar global.

Dominasi asing

Beberapa pekan terakhir, yield obligasi pemerintah naik seiring tertekannya harga. Keluarnya dana asing di SBN menjadi salah satu pemicu.
Periode akhir Januari hingga 21 Mei 2012, kepemilikan asing turun Rp 10,32 triliun jadi Rp 225,65 triliun. "Besarnya kepemilikan asing di SBN menjadi risiko berinvestasi di Indonesia, karena menyebabkan rupiah menjadi tidak stabil," imbuh Kenglin Tan, Senior Portolio Manager Manulife Asset Management Hong Kong.

Handy merekomendasikan agar investor masuk ke obligasi tenor pendek. "Jika jatuh tempo dan ternyata inflasi naik, alihkan ke tenor lain atau instrumen lain," ujarnya.

Meski kini tengah menguat, kenaikan yield obligasi diperkirakan tidak signifikan ke depan. Investor asing pemegang SBN berimbal hasil 9%-11% akan memilih mempertahankan kepemilikan.

Pasokan penerbitan SBN juga semakin tipis karena realisasi emisi obligasi sudah semakin mendekati target yang dipasang pemerintah. Sedang permintaan masih cukup tinggi karena total obligasi pemerintah dan korporasi yang jatuh tempo dari Mei 2012 hingga akhir tahun nanti mencapai Rp 75,82 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×