kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45931,36   3,72   0.40%
  • EMAS1.320.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Properti selalu mengekor ekonomi


Rabu, 28 Desember 2016 / 10:44 WIB
Properti selalu mengekor ekonomi


Reporter: Andy Dwijayanto, Ramadhani Prihatini | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Jika pertumbuhan bisnis properti cenderung stagnan tahun ini, tahun depan diproyeksikan lebih cerah. Adanya program pengampunan pajak alias tax amnesty serta efek paket stimulus kebijakan pemerintah diharapkan menjadi pil gairah bagi pertumbuhan properti tahun 2017.

Harun Hajadi, Managing Director Ciputra Group, menjelaskan, selain pengampunan pajak, paket kebijakan paket ekonomi termasuk penurunan suku bunga kredit menjadi jamu kuat industri properti tahun depan. “Suku bunga kredit kepemilikan rumah (KPR) ada yang sudah mencapai 8%,” kata Harun, kepada KONTAN, Selasa (13/12).

Setelah itu, adanya relaksasi kebijakan loan to value (LTV) kepemilikan rumah juga menarik minat masyarakat  membeli atau berinvestasi di properti. Selanjutnya, penurunan pajak penghasilan (PPh) properti dari 5% menjadi 2,5% juga meningkatkan keinginan masyarakat membeli properti.

“Penghapusan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) untuk harga rumah di bawah Rp 2 miliar, juga membantu pertumbuhan properti," kata Harun.

Dengan dukungan tersebut, Harun menyimpulkan, industri properti tahun depan akan mendapatkan tenaga baru untuk tumbuh. Senada dengan Harun, Theresia Rustandi, Sekretaris Perusahaan PT Intiland Development Tbk, juga optimistis menatap bisnis properti tahun depan. "Indikasi pertumbuhan industri properti tersebut sudah terlihat pada kuartal IV-2016. Ada tren pemulihan pasar properti," jelas Theresia.

Theresia juga sependapat dengan Harun, soal beragam kebijakan pemerintah yang ikut mempengaruhi bisnis properti. Seiring perbaikan indikator ekonomi tersebut, Theresia juga menyuguhkan backlog alias kesenjangan kepemilikan rumah di Indonesia yang jumlahnya di atas 11 juta unit. "Backlog hunian tersebut belum termasuk kebutuhan properti untuk tujuan investasi," kata Theresia.

Atas pertimbangan inilah, Theresia menyimpulkan bisnis properti tahun 2017 lebih bersinar dari tahun ini. Meski begitu, Theresia memahami beberapa jenis properti yang kelebihan pasokan di wilayah tertentu. "Memang beberapa segmen masih stagnan, tapi secara keseluruhan tingkat kebutuhan masih tinggi," jelas Theresia.

Panangian Simanungkalit, Direktur Eksekutif Pusat Studi Properti Indonesia (PSPI) menyebutkan, bisnis properti berpotensi tumbuh di semester kedua tahun 2017. Adapun besar pertumbuhannya masih konservatif di level 8%-12%.

Namun, catatan  Panangian, pertumbuhan industri properti tersebut akan tercapai bila proyeksi pertumbuhan ekonomi mencapai 5%. "Tahun 2017 itu mungkin naik sekitar 8%-12%, tahun 2018 naik lebih tinggi dan tahun 2019 pertumbuhannya booming di atas 20%," kata Panangian kepada KONTAN, Senin (19/12).

Untuk itu, Panangian menyarankan investor menaruh portofolio di properti di tahun 2017. Sebab, tahun 2018 dan 2019 industri properti diproyeksikan akan melambung.

Proyeksi pertumbuhan industri properti tahun 2017 juga disampaikan Ali Tranghada, Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch (IPW). Ali bilang, seharusnya siklus besar properti telah naik sejak kuartal III-2016. Namun kenaikannya tertahan sehingga baru akan terlihat tahun depan.

Meski begitu, awal tahun depan tantangan bisnis properti mendapat tantangan dari pelaksanaan pemilihan umum kepala daerah (Pilkada) yang sedikit sensitif bagi kestabilan politik dan keamanan di berbagai wilayah. Kondisi ini membuat sebagian investor menunda rencana pembelian properti. "Perkiraan saya baru naik lagi pada semester II-2017," kata Ali.

Adapun Jehansyah Siregar, Pengamat Perumahan Institut Teknologi Bandung (ITB) mengapresiasi kebijakan pemerintah untuk mensubsidi perumahan sederhana yang jumlahnya mencapai 600.000 unit di 2017. Kebijakan pemerintah tersebut bak katrol yang bisa membantu pertumbuhan industri properti tahun 2017. "Yang akan tumbuh itu adalah properti untuk kelas menengah," kata Jehansyah.

Sementara itu, Julius J Worouw, Direktur perusahaan riset PT Sintesis Kreasi Utama, menuturkan, aspek yang dominan menopang penjualan properti tahun depan berasal dari paket stimulus kebijakan yang telah digelontorkan pemerintah.

"Sehingga pertumbuhan properti tahun depan lebih baik dari tahun ini, mengingat banyaknya proyek infrastruktur yang sudah dijalankan pemerintah.

Stimulus di sektor perumahan dan properti yang dikeluarkan pemerintah juga ada. Ini potensi untuk mengangkat pasar perumahan dan properti nasional," terang Julius.

Hati-hati faktor eksternal

Meski pertumbuhan properti di tahun 2017 lebih cerah, kondisi tersebut mendapat ancaman dari faktor eksternal. Salah satunya, rencana Bank Sentral Amerika Serikat (The Federal Reserve/Fed) menaikkan tiga kali tingkat suku bunganya, akan berpengaruh ke kebijakan Bank Indonesia (BI).

Panangian menyebutkan, kebijakan The Fed tersebut akan membuat BI rate sulit turun menjadi 4%. Kabar tersebut tentu tak bersahabat bagi bisnis properti tahun depan. Namun begitu, pengembang di Indonesia masih bisa berharap dari pembangunan perumahan, apartemen dan kondominium yang harganya di bawah Rp 1 miliar yang menjadi katalisator bisnis properti tahun 2017 dan tidak terlalu terpengaruh oleh The Fed.

Faktor eksternal lain adalah, adanya efek perlambatan ekonomi global, terutama China. Pengaruh Tiongkok terhadap kondisi ekonomi Indonesia terbilang cukup besar, terutama terhadap permintaan komoditas penting dari Indonesia.

"Jika ekonomi global melambat, China dan Eropa juga ikut slow down, efeknya ke ekspor kita yang juga ikut tertahan. Ujungnya berdampak ke sektor properti juga," jelas Harun.                    

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×