kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Posisi rupiah di hadapan dollar AS masih dilematis


Kamis, 22 Maret 2018 / 18:35 WIB
Posisi rupiah di hadapan dollar AS masih dilematis
ILUSTRASI. Suasana Penukaran Mata Uang di Jakarta


Reporter: Grace Olivia | Editor: Sanny Cicilia

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sesuai ekspektasi, usainya pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) semalam mendorong performa rupiah. Setelah naik untuk pertama kali di tahun ini, suku bunga acuan the Federal Reserves dipastikan hanya bakal naik dua kali lagi.

Analis Pasar Uang Bank Mandiri Reny Eka Putri, bilang, dalam jangka pendek, babak pertama tekanan rupiah memang sudah selesai. Namun, bukan tak mungkin rupiah kembali melemah.

"Pelaku pasar masih akan terus mencermati data-data ekonomi AS, terutama tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonominya," ujar Reny.

Analis Asia Tradepoint Futures Andri Hardianto berujar serupa. Pasca keputusan The Fed, rupiah tak serta merta aman dari sentimen negatif. Ia menilai, saat ini AS masih dalam agenda pengetatan kebijakan moneter sehingga pasar masih tetap fokus pada aset dollar AS.

"Ini terlihat dari capital inflow yang masih belum signifikan. Artinya, pasar belum sepenuhnya percaya pada rupiah," kata Andri.

Sentimen negatif, Andri menambahkan, juga datang dari dalam negeri. Posisi dilematis rupiah saat ini disebabkan oleh turunnya ekspektasi pertumbuhan ekonomi di kuartal pertama tahun ini.

"Pemerintah memperkirakan pertumbuhan ekonomi kuartal pertama ini tidak bisa mencapai 5,01% seperti tahun lalu. Belakangan rupiah terjaga cenderung karena intervensi Bank Indonesia yang menggerus cadangan devisa juga," kata Andri.

Sementara, Reny menilai wajar jika perekonomian di kuartal pertama tumbuh lebih kecil. Pasalnya, di awal tahun konsumsi pemerintah, investasi swasta, dan tingkat ekspor biasanya memang belum tinggi. "Belum banyak konstribusi komponen-komponen penyusun PDB di kuartal pertama," pungkasnya.

Adapun, keputusan Bank Indonesia menahan suku bunga, menurut kedua analis ini, memang masih perlu dilakukan untuk mempertahankan laju pertumbuhan ekonomi. "Setidaknya, pasar masih melihat ini sebagai optimisme BI memberi ruang moneter untuk sektor bisnis berkembang," ujar Andri. Intinya, ia menilai saat ini kondisi rupiah belum begitu menguntungkan baik dari sisi domestik, maupun dalam negeri.

Mengutip Bloomberg, nilai tukar rupiah, pada penutupan perdagangan Kamis (22/3) menguat 0,04% ke level Rp 13.755 per dollar AS. Kurs tengah Bank Indonesia mencatat rupiah juga menguat 0,16% ke level Rp 13.737 per dollar AS.


 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×