kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,51   7,16   0.77%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Perlu dorongan daya beli untuk menjaga ekonomi


Kamis, 31 Mei 2018 / 11:25 WIB
Perlu dorongan daya beli untuk menjaga ekonomi


Reporter: Adinda Ade Mustami, Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) menaikkan lagi suku bunga acuan 7-day reverse repo rate (BI7DRRR) untuk kedua kalinya pada Mei 2018 sebesar 25 bps menjadi 4,75%. Era moneter ketat menjadi strategi stabilisasi pasar keuangan.

Dengan strategi moneter ketat itu, pemerintah perlu mencari cara agar ekonomi tetap tumbuh optimal. Walaupun diyakini, efek kenaikan suku bunga ke pertumbuhan ekonomi tak langsung terasa.

Ekonom Maybank Juniman mengatakan, pekerjaan rumah pemerintah dan BI yang pertama adalah membenahi defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD). Sejak tahun 2012 transaksi berjalan selalu defisit, terakhir pada kuartal I-2018 defisit US$ 5,5 miliar, lebih dari dua kali lipat dibanding periode sama 2017 hanya US$ 2,16 miliar.

Namun, perbaikan ini butuh waktu lama dan tidak bisa diselesaikan oleh BI sendiri. "Pemerintah yang bisa menurunkan defisitnya melalui meningkatkan ekspor atau menekan impor. Tapi kalau menekan impor, ekonomi melambat, yang paling rasional ya meningatkan ekspor," jelas Juniman, Rabu (30/5).

Upaya menurunkan defisit transaksi berjalan perlu dilakukan, walau CAD masih dalam koridor aman di bawah 3% terhadap PDB. Selain menurunkan CAD, pemerintah bisa fokus ke PR selanjutnya yakni stabilisasi di sisi fiskal.

"Defisit anggaran harus dijaga, lalu pastikan semua proyek jalan sehingga ekonomi tumbuh. Kalau pemerintah bisa disiplin dengan dana desa, PKH (program keluarga harapan) dan lain-lain itu bisa baik, itu tentu akan berikan dampak positif untuk minimalisir suku bunga BI yang sudah naik," jelas Juniman.

Tantangan pemerintah selanjutnya adalah menjaga stabilitas harga-harga agar daya beli masyarakat tidak tergerus. Ini akan menjaga persepsi positif perekonomian nasional di mata investor asing.

Project Consultant Asian Development Bank (ADB) Institute Eric Sugandi juga menilai pemerintah perlu menjalankan kebijakan fiskal yang fokus pada daya beli. Hal itu bisa diupayakan via berbagai kebijakan, misalnya bansos dan subsidi energi,  agar harga BBM subsidi dan Tarif Dasar Listrik (TDL) tidak naik.

"Kini fokus pemerintah adalah stabilitas harga. Pemerintah mesti jaga ketersediaan pasokan barang. Dan berusaha untuk tidak naikkan administered prices," papar Eric.

Ekonom BCA David Sumual menambahkan, pemerintah harus mengurangi aliran valas ke luar negeri di sektor jasa. Kebijakan penggunaan asuransi dan kapal dalam negeri untuk ekspor harus mulai dirintis. Sebab, neraca jasa menyumbang defisit US$ 1,43 miliar pada kuartal 1-2018, naik tipis dari tahun 2017 sebesar US$ 1,23 miliar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×