kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pergerakan harga minyak WTI dalam tren naik


Kamis, 22 Maret 2018 / 22:02 WIB
Pergerakan harga minyak WTI dalam tren naik
ILUSTRASI. Kilang Minyak Pertamina di Senipah


Reporter: Danielisa Putriadita | Editor: Sofyan Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak dalam tren melambung. Mengutip Bloomberg, harga minyak WTI kontrak pengiriman Mei 2018 per Rabu (21/3) sempat naik signifikan sebesar 2,57% ke US$ 65,17% per barel dibandingkan hari sebelumnya. Namun, Kamis (22/3) harga minyak terkoreksi 0,43% menjadi US$ 64,89 per barel. Selama sepekan, harga minyak masih mencatat kenaikan 5,94%.

Nizar Hilmy, Analis PT Global Kapital Investama Berjangka mengatakan, harga minyak sempat melambung karena Energy Information Administration (EIA) melaporkan stok minyak mentah di Amerika Serikat (AS) berkurang 2,6 juta barel. Padahal, analis memperkirakan akan terjadi peningkatan stok 3,25 juta barel.

Harga minyak terangkat karena saat ini isu geopolitik Arab Saudi dan Iran kembali memanas. Kini Arab Saudi membuka peluang mengembangkan senjata nuklir untuk menyambut Iran yang juga mengembangkan senjata nuklir. Bahkan, Pangeran Mohammed bin Salman melakukan kunjungan ke AS pada Senin (19/3). "Kunjungan tersebut memperkuat spekulasi di pasar bahwa AS bakal memberikan sanksi ke Iran," kata Nizar, Kamis (22/3). Isu geopolitik ini turut mendongkrak harga minyak.

Deddy Yusuf Siregar, analis PT Asia Tradepoint Futures menambahkan jika isu geopolitik Arab Saudi, Amerika dan Iran berlanjut maka embargo ekspor minyak ke Iran bisa dikenakan kembali. Hal ini membuat potensi ekspor minyak Iran di pasar global diperkirakan turun 250.000-500.000 barel per hari.

Di sisi lain, harga minyak makin terangkat karena dollar AS tertekan setelah pernyataan Gubernur The Fed Jerome Powell, dinilai pasar bernada dovish. "Dollar AS melemah membuat harga minyak melonjak naik," kata Deddy.

Nizar menambahkan nada dovish tergambar dari proyeksi The Fed yang hanya menaikkan suku bunga sebanyak tiga kali di tahun ini. Padahal, pasar memprediksikan suku bunga The Fed naik empat kali. Selain itu, Powell menyatakan hal yang berbeda dari data dot plot yang mencatat bahwa indikator pertumbuhan ekonomi AS positif.

"Optimisme dalam dot plot tidak Powell ungkapkan dan hanya bilang pertumbuhan ekonomi AS moderat, ini buat dollar AS melemah dan harga minyak jadi melambung," kata Nizar.

Katalis lain yang membuat harga minyak melambung adalah kepatuhan negara Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) dalam memangkas produksi minyak. OPEC melaporkan tingkat kepatuhan negara OPEC capai rekor tertinggi.

Nizar memproyeksikan tren kenaikan harga minyak akan terjadi hingga jangka pendek selama isu geopolitik Arab dan Iran masih menggema. Sementara untuk jangka panjang, harga minyak akan terpengaruh dari kondisi permintaan dan pasokan minyak global.

Tahun ini, AS diprediksi memproduksi minyak mentah mencapai 11 juta barel per hari. Nizar mengatakan AS bisa menjadi produsen minyak terbesar mengalahkan Rusia dan Arab Saudi bila proyeksi produksi minyak tersebut tercapai. Namun di sisi lain, OPEC juga masih menjalankan pemangkasan produksi hingga akhir tahun ini. "Kita lihat perkembangannya mana yang menang produksi AS atau pemangkasan OPEC," kata Nizar.

Deddy menambahkan saat ini pelaku pasar pun lebih terfokus pada perkembangan penetapan tarif impor AS ke China. Hal ini berpotensi menimbulkan perang dagang dan menekan pertumbuhan ekonomi AS. Dollar AS pun berpotensi melemah dan bisa semakin membuat harga minyak naik.

Deddy memproyeksikan harga minyak besok (23/3) bertengger di US$ 55,80-US$ 64,40 per barel. Selama sepekan, harga minyak diprediksi bergerak di US$ 66,00-US$ 62,92 per barel.

Sementara, Nizar memproyeksikan harga minyak besok berada di US$ 64-US$ 66 per barel dan sepekan US$ 62-US$ 67 per barel.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×