kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,51   7,16   0.77%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Penurunan harga gas industri belum bisa diperluas


Jumat, 10 Februari 2017 / 22:55 WIB
Penurunan harga gas industri belum bisa diperluas


Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Adi Wikanto

JAKARTA. Realisasi paket kebijakan ekonomi yang telah dirilis pemerintah masih belum optimal. Salah satunya adalah paket kebijakan ekonomi jilid ketiga yang berkaitan dengan penurunan harga gas untuk semua industri industri.

Sejauh ini, pemerintah hanya menurunkan harga gas untuk tiga bidang industri. Ketiga sektor itu adalah pupuk, baja, dan petrokimia maksimal membeli gas US$ 6 per MMBTU.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan bahwa hingga saat ini, penurunan harga gas tersebut masih dipelajari oleh Kementerian ESDM. Awalnya, penurunan harga gas dimungkinkan dengan melakukan efisiensi di sistem distribusi gas serta pengurangan penerimaan negara, atau PNBP gas.

“Belum. Memang masih dipelajari oleh ESDM. Untuk harga gas bagaimana itu industri. Saya belum bisa bilang apa-apa,” katanya saat ditemui di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Kamis (9/2).

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati mengatakan bahwa selama ini pemerintah telah gagal memanfaatkan momentum untuk melakukan aslelerasi pertumbuhan dengan paket kebijakan yang sudah dirilis oleh pemerintah. Padahal, menurut dia potensinya banyak

“Banyak paket yang tidak fokus dan tidak konsisten. Paket I ada satu fokus yang relatif jelas, pemerintah ingin tingkatkan produktivitas dan daya saing nasional. Nah, setelah itu dikeluarkan beberapa paket lagi, tetapi kalau kita lanjutkan ke paket II, III, dan seterusnya banyak yang terputus dari target utamanya,” jelasnya.

Menurut Enny, yang harus dilakukan oleh pemerintah adalah menangkap kebutuhan pelaku bisnis. Jangan sampai pelaku usaha malah terbebani dengan paket kebijakan.

“Misalnya insentif harga listrik ke industri tekstil dan lain-lain, dalam rangka impelementasi, pemerintah mengeluarkan persyaratan. Persayaratnya sudah berlaku tapi insentifnya tidak terealisasi. Jadi kontraproduktif,” ucapnya.

Namun yang juga penting menurut dia adalah bagaimana komitmen dengan insentifnya atau impelementasinya. Apakah tumpang tindih dengan kebijakan-kebijakan sektoral yang ada.

“Contoh, ketika September 2015 harga gas untuk industri, tetapi ternyata ketentuan penentuan harga gas itu sampai hari ini pun tidak mampu direalisasikan. Artinya desain kebijakan tidak terencana dan tidak dikoordinasikan dengan kementerian teknis,” katanya.

Ia mengatakan bahwa evaluasi 14 paket yang telah dirilis penting dilakukan oleh pemerintah supaya tidak menimbulkan distrust. Terlebih bila kebijakan terlalu banyak, sementara implementasinya tidak ada. “Mungkin ini juga kenapa investasi tidak tumbuh signifikan,” kata Enny.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×