Reporter: Widiyanto Purnomo | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Penjualan semen yang lesu mulai menggeliat, setelah proyek infrastruktur pemerintah mulai berjalan. Meski demikian, efek negatif kondisi oversupply dan pelemahan nilai tukar rupiah masih mewarnai bisnis semen tahun ini. Titik terang membaiknya penjualan bubuk abu-abu terlihat dari kenaikan permintaan pada Agustus 2015.
Menurut Asosiasi Semen Indonesia (ASI), Agustus tahun ini permintaan semen naik 14,7% dibandingkan Agustus tahun lalu menjadi 5,34 juta ton. Widodo Santoso, Ketua Asosiasi Semen Indonesia, mengatakan, kenaikan permintaan bulan Agustus merupakan indikasi bergeraknya pembangunan infrastruktur dan perumahan atau apartemen. Hal ini juga terkait cairnya dana-dana proyek.
Tapi jangan happy dulu. Sebab kondisi oversupply semen masih terjadi. Namun Reza Priyambada Kepala Riset NH Korindo Securities, mengatakan, dibandingkan kuartal II, kondisi oversupply sudah tereduksi.
Menurut Reza, permintaan semen dari sektor properti meningkat, meski belum signifikan. Penjualan semen terbantu juga oleh realisasi proyek infrastruktur pemerintah. Salah satu emiten semen pelat merah, yaitu PT Semen Indonesia Tbk mencatatkan kenaikan penjualan di Agustus 2015. Emiten berkode saham SMGR ini merupakan pemegang pangsa pasar terbesar penjualan semen di Indonesia.
Sebastian Tobing, Kepala Riset Trimegah Securities, dalam riset pada 11 September 2015 mengungkapkan, SMGR menunjukkan pertumbuhan volume penjualan 10% secara month to month.
Cuma belum jelas, kenaikan itu terjadi pada segmen semen bag (sak) atau semen bulk (curah). Sekadar informasi, margin penjualan semen sak yang menyasar proyek properti lebih besar daripada semen curah yang mengalir ke sektor konstruksi. Kenaikan volume penjualan SMGR Agustus lantaran perusahaan mendapatkan order besar dari proyek infrastruktur jalan tol Trans Jawa, Trans Sumatra dan renovasi berbagai pelabuhan.
Di sisi lain utilisasi pabrik SMGR di Tuban pada bulan Agustus 2015 mencapai 95%. Ini menjadi sinyal kuatnya pertumbuhan volume penjualan. PT Semen Baturaja Tbk (SMBR) juga mencatat kenaikan penjualan. Emiten berkode saham SMBR ini mencetak penjualan Agustus 2015 sebanyak 152.782 ton, atau naik 48% dibandingkan periode yang sama tahun 2014. Reza memperkirakan, proyek infrastruktur dapat menjadi katalis positif bagi penjualan semen.
Syaratnya, "Penyerapan belanja pemerintah harus benar-benar dialokasikan untuk proyek infrastruktur," imbuhnya. Prediksi Reza, sampai akhir tahun penjualan semen akan tetap tumbuh. Namun, secara total tahunan masih lebih rendah jika dibandingkan dengan total tahun lalu.
Chandra Pasaribu, Analis Indo Premier Securities, mengatakan, produsen semen tidak dapat menutupi dampak kenaikan ongkos produksi dari listrik, logistik dan lemahnya nilai tukar rupiah di tengah kondisi oversupply. Dengan kata lain, produsen sulit menaikkan harga jual.
Semisal, PT Holcim Indonesia Tbk (SMCB) yang mempertahankan harga jual rata-rata. Sementara Reza memprediksi, biaya produksi dari segi bahan baku berpotensi terus terkerek jika nilai tukar rupiah terus melemah terhadap dollar Amerika Serikat.
Apalagi, pelemahan nilai tukar berdampak tidak langsung kepada naiknya biaya energi listrik dan BBM. Untuk menangkal efek negatif dari kenaikan biaya produksi, upaya efisiensi menjadi wajib hukumnya, seperti yang dilakukan oleh PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP). Namun dampak program pensiun dini untuk efisiensi operasionalnya belum terlihat.
Budi Rustanto, Analis Valbury Securities, dalam riset di Agustus 2015 mencatat, Indocement memprioritaskan penetrasi pasar ke daerah-daerah yang dekat dengan pabrik, untuk efisiensi biaya BBM.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News