kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pembangunan smelter baru berjalan lambat


Senin, 10 Juli 2017 / 21:27 WIB
Pembangunan smelter baru berjalan lambat


Reporter: Pratama Guitarra | Editor: Rizki Caturini

JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah jor-joran memberikan rekomendasi ekspor mineral mentah. Namun, sejauh ini Kementerian ESDM mencatat belum ada laporan baru dari Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) selesai tahun 2017 ini.

Bahkan, yang melaporkan rencana pembangunan smelter pun masih sebatas komitmen membangun guna mendapatkan rekomendasi ekspor mineral mentah.

Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM, Bambang Gatot Ariyono membenarkan bahwa tahun 2017 ini belum ada IUP yang menyelesaikan pembangunannya. Seperti contoh PT Fajar Bakti Lintas Nusantara yang membangun smelter di Pulau Gebe, Maluku Utara.

"Yang laporan tahun ini belum ada lagi. Ada IUP yang baru mengajukan yang di Pulau Gebe, Maluku Utara," terangnya di Gedung DPR, Senin (10/7).

Selain itu, PT Dinamika Sejahtera Mandiri juga akan membangun smelter bauksit di Kalimatan Barat berkapasitas 7 juta ton ore bauksit per tahun. PT Ceria Nugraha Indotama juga akan membangun smelter di Sulawesi Tenggara berkapasitas 5 juta ton nikel per tahun. 

Sayangnya Bambang tidak bisa memberikan data yang lengkap mengenai pembangunan smelter itu. "Saya tidak update jumlahnya dan belum bisa pastikan kapan bisa diselesaikan tahun ini karena mereka yang membangun," ungkapnya.

Nikel anjlok

Masih terkait dengan pembangunan smelter, Bambang membantah ada smelter yang berhenti operasi karena harga nikel yang anjlok. Ia bilang 11 dari perusahaan smelter itu memang belum menyelesaikan pembangunan smelternya.

Jika pembangunan smelter nikel tidak jalan karena faktor harga nikel, dikarenakan adanya ekspor mineral mentah, itu tidak ada pengaruhnya. Pasalnya, ketika PT Aneka Tambang (Antam) diberi izin ekspor 2,7 ton dan realisasinya baru 180.000 ton, harganya juga ikut turun.  "Jadi harga harusnya diliat secara global saja," tandasnya.

Ketua Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI), Ladjiman Damanik menyebut, pada 2017 akan ada penambahan pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) untuk komoditas nikel. Direncanakan 32 smelter nikel dapat beroperasi pada 2017. "Sekarang yang beroperasi enam smelter nikel. Nanti bertambah lagi 26. Total ada 32 kurang lebih," ungkapnya kepada KONTAN, Senin (10/7).

Dengan beroperasinya 26 smelter nikel, maka kapasitas produksi nikel yang sudah diolah bertambah. Berdasarkan data APNI saat ini produksi mencapai 300.000-400.000 ton per tahun. "Saya proyeksikan dengan adanya 26 pabrik kurang lebih nanti paling tidak produksi mencapai 1 juta ton per tahun," ujar Ladjiman.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×