kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45997,15   3,55   0.36%
  • EMAS1.199.000 0,50%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Minyak memanas menanti keputusan OPEC


Sabtu, 23 Juni 2018 / 12:46 WIB
Minyak memanas menanti keputusan OPEC
ILUSTRASI. HARGA MINYAK DUNIA


Reporter: Grace Olivia | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Jelang keputusan dari pertemuan Organisasi Negara Pengekspor Minyak atau OPEC di Wina, Swiss, harga minyak mentah menguat. Pelaku pasar tengah menanti apakah OPEC akan menyepakati kenaikan produksi atau sebaliknya, yang akan menjadi penentu tren harga emas hitam ke depan.

Jumat (22/6) pukul 18.30 WIB, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) kontrak pengiriman Agustus 2018 berada di level US$ 66,41 per barel atau naik 1,33% dari posisi hari sebelumnya. Dalam sepekan, harganya sempat bergerak cukup fluktuatif namun tetap mencatat penguatan sebesar 2,41%.

Direktur Garuda Berjangka Ibrahim menjelaskan, ada tiga faktor yang mendorong harga minyak mentah kembali menguat. Yang utama, tentu dari pembahasan produksi OPEC. "Diskusi masih terbagi jadi dua kubu, yaitu kubu Arab Saudi dan Rusia yang menginginkan peningkatan produksi dan kubu Iran yang menentang," kata dia, kemarin.

Ketidaksepakatan Iran muncul karena negara Timur Tengah tersebut tidak akan mampu menggenjot produksi lebih tinggi pasca memperoleh sanksi baru dari Amerika Serikat (AS).

Sementara, Arab Saudi dan Rusia melihat perlunya peningkatan produksi di tengah berkurangnya suplai dari Iran, Venezuela, dan Libya secara drastis. Ibrahim menilai, peningkatan produksi ini juga guna memenuhi permintaan China yang berpotensi bergeser dari AS akibat perang tarif dagang. "Kalau China jadi mengenakan tarif pada impor minyak mentah AS pada 6 Juli nanti, pembeli kemungkinan mencari produsen lain karena harga minyak AS akan menjadi kurang menarik. Inilah yang mendorong inisiatif Arab Saudi dan Rusia menaikkan produksi," paparnya.

Ibrahim yakin, rapat OPEC bakal memutuskan untuk menaikkan produksi. Nah, jika seperti itu, harga minyak tidak lantas tertekan karena proyeksi pasokan berlebih. Soalnya, sebagian produksi bakal terserap oleh China.

Terakhir, tambah Ibrahim, penguatan harga minyak juga didukung oleh dollar AS yang terkoreksi. Pelemahan the greenback terjadi akibat data ekonomi Eropa yang kembali ciamik. Di antaranya, data Purchasing Manager Index (PMI) jasa Eropa bulan Juni yang melebihi ekspektasi dari 53,7 menjadi 55,0. Juga PMI manufaktur yang sesuai konsensus di posisi 55,0. Alhasil, indeks dollar AS terkoreksi 0,42% ke level 94,460.

Ia pun memprediksi, harga minyak pekan depan berada di kisaran US$ 63,63–US$ 67,80 per barel.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×