kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45923,49   -7,86   -0.84%
  • EMAS1.319.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Mengisap kepulan laba dari saham rokok


Kamis, 20 September 2012 / 12:07 WIB
Mengisap kepulan laba dari saham rokok
ILUSTRASI. Investasi global.


Reporter: Harris Hadinata, Teddy Gumilar | Editor: Imanuel Alexander

Pemerintah kembali akan menaikkan cukai rokok tahun depan. Rencananya, cukai bakal naik sekitar 7%-10%. Kenaikan cukai rokok bisa mempengaruhi kinerja keuangan emiten rokok. Mana saham rokok yang masih oke buat dikoleksi?

Benci tapi rindu. Mungkin begitulah gambaran sikap pemerintah Indonesia terhadap industri rokok. Di satu pihak, pemerintah menerima pendapatan cukai yang jumbo nilainya. Sekadar tahu, di 2011 lalu, penerimaan cukai rokok mencapai sekitar Rp 77 triliun. Lalu, hingga awal Agustus lalu, penerimaan cukai rokok sudah lebih dari Rp 50 triliun.

Tapi, di lain pihak, pemerintah juga terus melakukan pembatasan pada industri rokok. Contoh, rokok yang dulu menjadi sponsor utama acara olahraga, kini tidak boleh lagi beriklan di kegiatan olahraga. Selain itu, pemerintah juga berkomitmen menaikkan cukai rokok setiap tahun dan membatasi volume penjualan.

Pada 2010 dan 2011 lalu, pemerintah sudah menaikkan cukai rokok masing-masing sebesar 12% dan 6%. Untuk tahun ini, kenaikan tarif cukai berkisar antara 13% - 16%. Pemerintah bahkan sudah mulai mempersiapkan kenaikan cukai rokok untuk 2013.

Rencananya, tahun depan pemerintah akan menaikkan cukai rokok sekitar 7% - 10%. Kemungkinan, besaran kenaikan cukai akan berbeda berdasarkan jenis rokok. Pemerintah akan mulai membahas kenaikan cukai ini bulan depan.

Kenaikan cukai rokok ini jelas bakal membatasi pertumbuhan konsumsi rokok di Indonesia. Analis Sucorinvest Central Gani Isfhan Helmy mencatat dalam beberapa tahun belakangan pertumbuhan konsumsi rokok di Indonesia hanya sekitar 6,7% per tahun. Ia memprediksi, ke depan konsumsi rokok hanya akan tumbuh sekitar 5%.

Kondisi ini jelas berpengaruh pada pergerakan saham-saham emiten rokok yang ada di bursa. “Pergerakan saham perusahaan rokok masih cenderung melemah karena tekanan sentimen negatif,” kata Reza Priyambada, Kepala Riset Trust Securities.
Selain itu, ia berpendapat penurunan harga saham rokok juga terpengaruh kinerja emiten di semester satu lalu. “Laporan kinerja keuangan emiten rokok di semester satu tidak sesuai ekspektasi pasar,” imbuh Reza.

Lihat saja, saham PT Gudang Garam Tbk (GGRM). Pada penutupan perdagangan Kamis lalu (14/9), saham perusahaan rokok asal Kediri ini dilego seharga Rp 49.300 per saham. Ini adalah harga terendah GGRM tahun ini. Dalam setahun harga saham ini sudah turun 20,55%.

Begitu pula saham PT Bentoel International Investama Tbk (RMBA). Terakhir kali diperdagangkan pekan lalu, yakni pada Selasa (11/9). Harga saham RMBA anjlok ke harga terendahnya tahun ini, yaitu Rp 570 per saham. Jadi dalam setahun harga saham RMBA sudah merosot sekitar 27,85%.

Hanya saham PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk (HMSP) yang masih mencetak kenaikan. Kinerja anak usaha PT Philip Morris Indonesia ini tumbuh lebih baik ketimbang emiten rokok lain.

Prospek masih oke

Meski kinerja emiten rokok di semester satu lalu tidak terlalu bagus, analis menilai prospek bisnis rokok di masa depan masih menjanjikan. Alasannya, daya beli konsumen masih mendukung. “Dalam empat sampai delapan tahun ke depan, kami berharap daya beli agregat konsumen terus tumbuh dari posisi saat ini yang sudah tinggi,” sebut Mitchel Jauwanto, analis Ciptadana Securities.

Karena itu, investor masih bisa mempertimbangkan memasukkan saham rokok dalam portofolio investasi mereka. Tapi, tentu saja tidak semua emiten rokok cocok untuk mengisi pundi investasi. Lalu, saham emiten rokok mana yang masih menarik? Berikut ulasan para analis.

HMSP

Kinerja PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk di semester satu 2012 sebenarnya teramat kinclong bila dibandingkan emiten rokok lainnya. HM Sampoerna berhasil mencetak kenaikan penjualan sebesar 29,18% menjadi Rp 31,89 juta di periode tersebut.

Sementara, laba bersih yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk mencapai Rp 4,88 triliun. Jumlah ini lebih tinggi sekitar 28,66% ketimbang laba bersih di periode yang sama tahun sebelumnya.

Hanya saja, likuiditas saham ini sangat kecil. Jumlah saham HMSP yang beredar di pasar cuma sebesar 1,82% saham. Hal ini menyulitkan investor yang ingin memperoleh saham ini. “Karena saham yang beredar kecil maka harganya juga gampang dikerek naik atau dibuat turun,” imbuh Reza.

Karena itu, para analis memilih tidak merekomendasikan saham ini. Saham ini juga cukup berisiko untuk trading. Pasalnya, volume transaksi hariannya sangat kecil.

Tengok saja perdagangan saham HMSP, Kamis lalu (13/9). Saat itu, saham HMSP hanya diperdagangkan empat kali dengan volume sebanyak 6 lot saham. Nilai transaksi sahamnya sekitar Rp 200 juta. Bahkan, Selasa lalu (11/9), volume transaksi saham ini cuma 2 lot.

Reza menuturkan, bila pelaku pasar tetap nekat ingin menempatkan duit di saham HMSP, si pelaku pasar sebaiknya masuk ketika volume transaksi cukup tinggi. Hanya saja, ia harus siap menghadapi risiko sulit menjual sahamnya.

Tapi, meski sulit menjual sahamnya, investor bisa berharap rezeki dividen dari HM Sampoerna. Berdasarkan data Bloomberg, yield dividen HM Sampoerna rata-rata berkisar 2% per tahun.

RMBA

Di antara empat besar penguasa pasar rokok di tanah air, PT Bentoel Internasional Investama Tbk berada di posisi buncit. Isfhan mencatat, per 2011 lalu Bentoel hanya menguasai 9% pasar rokok.

Meski kepemilikan perseroan ini telah beralih ke tangan British American Tobacco (BAT), yang sejak 2009 menguasai 86% saham perseroan, posisi Bentoel di industri tidak banyak berubah. Analis meyakini, komposisi penguasaan pasar rokok tak akan banyak berubah tahun ini.

Menurut Isfhan, brand awareness rokok produksi Bentoel tidak sekuat produksi Sampoerna, Djarum, atau Gudang Garam. Tambah lagi, rokok produksi Bentoel harus bersaing dengan berbagai rokok keluaran pabrikan rokok lainnya.

Kinerja keuangan Bentoel di semester satu 2011 lalu juga cukup mengecewakan. Produsen rokok yang bermarkas di Malang, Jawa Timur, ini sebenarnya mampu membukukan pertumbuhan penjualan menjadi Rp 4,79 triliun. Di semester satu 2011, pendapatan Bentoel mencapai Rp 4,70 triliun.

Namun, pada saat yang sama produsen rokok merek Star Mild ini juga mesti menanggung beban pokok penjualan sebesar Rp 4,06 triliun. Jumlah ini lebih tinggi 13% ketimbang realisasi beban di periode yang sama tahun sebelumnya.

Alhasil, alih-alih membukukan laba bersih, Bentoel justru menanggung rugi bersih sebesar Rp 156,14 miliar. Padahal di
semester satu 2011, perseroan ini bisa menghasilkan laba bersih Rp 235,15 miliar.

Sekretaris Perusahaan Bentoel Jusuf Salman dalam keterbukaan informasi kepada Bursa Efek Indonesia menjelaskan, buruknya kinerja Bentoel disebabkan oleh kenaikan harga cengkeh di akhi r 2011, yang berdampak buruk terhadap beban pokok penjualan disemester satu 2012. “Bersamaan dengan itu, terjadi penurunan volume penjualan akibat dari kenaikan tarif cukai dan koreksi persediaan barang di pasar,” jelas Jusuf.

Meski kinerja merosot, Bentoel tetap meneruskan persiapan pengembangan perusahaan. Perusahaan yang juga memproduksi rokok merk X Mild ini baru saja meraih pinjaman perbankan sebesar Rp 2 triliun.

Pinjaman tersebut akan digunakan antara lain untuk memenuhi modal kerja dan belanja modal emiten ini untuk periode 2012-2013. Rencananya, dana ini digunakan untuk memperbaiki infrastruktur dan teknologi produksi, serta memperkuat jaringan distribusi produk.

Selain itu, Bentoel akan menggunakan dana pinjaman tersebut untuk melunasi obligasi yang jatuh tempo 27 November 2012 senilai Rp 1,35 triliun.

Surat utang ini diterbitkan pada 27 November 2007 dengan tingkat bunga tetap 10,5% per tahun dan dibayar setiap tiga bulan selama lima tahun.

Langkah Bentoel boleh jadi berdampak positif terhadap kinerja keuangan. Tapi, analis meyakini penguasaan pasar emiten ini tidak akan banyak berubah. “Emiten rokok lain juga agresif,” jelas Isfhan.

Melihat fundamental perseroan ini, Isfhan tidak memasang rekomendasi untuk saham ini. Analis juga menilai pelaku pasar masih sulit mengeruk untung dari trading saham RMBA.

Analis Phintraco Securities Setiawan Efendi memprediksi, sepanjang sisa tahun ini, RMBA akan bergerak sideways dengan kecenderungan melemah.

Hal ini tecermin dari volume transaksi yang cenderung menurun dan relatif flat. Sebetulnya, berdasarkan indikator stochastic dan relative strength index (RSI), RMBA sudah masuk kategori oversold.

Artinya, saham ini sudah relatif murah dan menyimpan potensi rebound secara teknikal. Iwan, sapaan akrab Setiawan, menuturkan, potensi pembalikan arah sempat terlihat ketika RMBA menguji support kuatnya di level Rp 455 per saham.

Namun, ternyata level tersebut tidak berhasil ditembus. Ia menuturkan pelaku pasar yang ingin trading saham ini juga harus tetap memperhatikan isu-isu fundamental perusahaan ini. “Seperti laporan keuangannya apakah bisa bagus, dengan pertimbangan kenaikan harga cukai rokok,” kata Iwan. Saat ini, Iwan memilih memasang rekomendasi netral untuk saham RMBA.

GGRM

Analis menilai PT Gudang Garam Tbk saat ini sudah memiliki brand awareness yang baik di pasar. Gudang Garam terutama sukses merajai pasar dengan produk sigaret kretek mesin (SKM), seperti Gudang Garam Surya dan Filter. Bahkan, menurut laporan keuangan Gudang Garam di semester satu 2012, kontribusi penjualan SKM mencapai 83,79% dari total penjualan
periode tersebut. Menurut analis, hambatan bagi bisnis Gudang Garam di masa mendatang antara lain fl uktuasi harga bahan baku, seperti cengkeh dan tembakau.

Tahun ini, Isfhan memprediksi kenaikan harga bahan baku bisa mencapai 19%. Meski begitu, Isfhan menilai Gudang Garam masih bisa mengatasi hal ini. “Hubungan GGRM dengan petani lokal relatif baik sehingga harganya relatif bisa terkontrol,” kata Isfhan.

Hambatan lainnya adalah kebijakan pemerintah, termasuk kenaikan cukai rokok. Mitchel mencatat, pengetatan kebijakan di industri rokok beberapa tahun terakhir menyebabkan jumlah perusahaan rokok berkurang.

“Sampai titik tertentu, hal ini menguntungkan bagi perusahaan rokok yang lebih besar, seperti GGRM,” ujarnya. Selain itu, ia menilai manajemen Gudang Garam juga sudah siap menghadapi kenaikan cukai, yang memang terjadi tiap tahun. Hanya saja, ia mengingatkan bila pengetatan kebijakan di industri rokok semakin gencar, hal ini bisa menggerus margin laba kotor perusahaan rokok.

Isfhan menganalisis ada tiga skenario yang bisa terjadi pada Gudang Garam jika cukai rokok kembali naik. Pertama, Gudang
Garam mempertahankan rokoknya di segmen harga Rp 600-Rp 630 per batang. Saat ini, harga jual rata-rata atawa average selling price (ASP) rokok Gudang Garam sebesar Rp 612. Artinya, kalau Gudang Garam bertahan di segmen harga tersebut, perseroan ini cuma bisa menaikkan harga sekitar 2,94% jadi Rp 630 per saham. Sementara, kenaikan cukai di segmen ini bisa mencapai 10%.

Kedua, Gudang Garam bisa masuk ke segmen rokok seharga Rp 630 - Rp 660 per batang. Kenaikan cukai di segmen ini bisa mencapai 17%. Sementara, ASP Gudang Garam hanya bisa naik maksimal sekitar 7,84%.

Ketiga, perusahaan rokok ini menaikkan ASP ke kelompok harga di atas Rp 660 per batang. Cukai yang mesti ditanggung mencapai 20%. “Tapi, Gudang Garam bisa leluasa menaikkan harga,” ujar Isfhan.

Menurut analisa Isfhan, Gudang Garam punya peluang menaikkan ASP sebesar 16% jadi Rp 710 per batang sehingga bisa mendongkrak pendapatan naik 19%. Hanya saja, bebancukai yang menggemuk berpotensi membuat margin laba kotor emiten ini melemah dari 24,18% di 2011 jadi 21% tahun ini. Ujung-ujungnya, laba bersih Gudang Garam bisa turun 5% jadi Rp 4,6 triliun tahun ini.

Mitchel juga memprediksi, margin laba kotor Gudang Garam bakal susut menjadi 18,26% tahun ini. Sedang margin laba bersih bakal merosot dari 11,68% di 2011 menjadi cuma 7,15% tahun ini.

Melihat prospek tadi, Isfhan memberi rekomendasi tahan untuk GGRM, dengan target harga di Rp 54.500 per saham. Meski begitu, ia melihat GGRM bisa dikoleksi investor yang mengincar dividen.

Asal tahu saja, sejak 2008, pay out ratio Gudang Garam paling kecil mencapai 35%. Isfhan memprediksi rasio pembagian dividen emiten ini bisa mencapai 40% dari laba bersih. Sementara, Mitchel memasang target harga Rp 59.750 per saham. Lantaran GGRM masih memiliki potensi kenaikan harga yang tinggi, ia mematok rekomendasi beli untuk GGRM.

Kamis lalu, harga GGRM ada di level Rp 49.300 per saham. Jadi, kalau niatnya investasi, isaplah saham GGRM!

***Sumber : KONTAN MINGGUAN 50 XVI 2012 Saham

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×