kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Mencecap manisnya bisnis gula TBLA


Jumat, 21 Oktober 2016 / 08:10 WIB
Mencecap manisnya bisnis gula TBLA


Reporter: Juwita Aldiani | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Prospek emiten perkebunan PT Tunas Baru Lampung Tbk (TBLA) tahun ini dan tahun depan masih cerah, seiring dengan pertumbuhan konsumsi gula setahun terakhir di Indonesia.

Menurut analis MNC Sekuritas Yosua Zisokhi, rata-rata pertumbuhan konsumsi gula mencapai 12%–13% dalam setahun terakhir. Hal ini menandakan permintaan gula masih tinggi. Sebagai emiten yang memiliki bisnis utama di sektor minyak sawit, diversifikasi bisnis ke gula, tapioka dan pemanis buatan akan memperkokoh kinerja TBLA ketika terjadi penurunan harga minyak sawit.

"Jika harga minyak sawit sedang fluktuatif, tidak akan berpengaruh ke laba TBLA, tidak seperti perusahaan sawit lainnya," kata Yosua kepada KONTAN, Kamis (20/10).

Yosua menambahkan kontribusi gula sudah mencapai 30% terhadap total pendapatan TBLA pada separuh pertama tahun ini. Tahun lalu, kontribusi gula baru mencapai 11%. Perusahaan yang berada di bawah naungan Sungai Budi Group ini juga akan menguji coba pada pabrik gulanya di Lampung. Pabrik ini bisa menghasilkan 120.000 metrik ton gula per tahun.

Manajemen mengharapkan di tahun depan ada penambahan pendapatan sekitar Rp 1,4 triliun dari pabrik gula ini. Menurut Yosua, kontribusi pabrik gula ini belum akan terlalu besar di awal produksi. Namun, hasil produksi akan merangkak naik bila utilisasi mencapai 70%-95%. Sehingga porsi gula terhadap total pendapatan bisa mencapai 45% .

Asal tahu saja, Indonesia masih menjadi salah satu importir gula terbesar di dunia. "Pangsa pasar TBLA cukup solid, maka impor gula tidak akan berpengaruh,"jelas Yosua.

Saat ini produksi gula di Indonesia mencapai 2,5 juta ton dari sembilan daerah penghasil gula, sementara konsumsinya mencapai 6,5 juta ton. Untuk itu pemerintah berniat mendorong swasembada gula.

Analis Bahana Securities Gregorius Gary mengatakan, di tengah terbatasnya keberadaan lahan dan investasi Rp 82 triliun, rencana swasembada gula ini sulit terlaksana. Lalu bisnis utama TBLA, yaitu minyak sawit, juga memiliki prospek cerah, karena harganya sedang dalam tren naik.

Kemarin, harga CPO di bursa Malaysia ditutup di level RM 2.718 per ton. Menurut Yosua fluktuasi harga CPO cukup tinggi, seiring kenaikan permintaan ekspor dari China dan India. Yosua menambahkan, kinerja TBLA akan semakin membaik.

Maklum saja, mulai dari kuartal empat tahun ini sampai awal tahun depan, harga CPO masih akan naik setelah terkoreksi tahun lalu. "Harganya mungkin akan berada di rentang RM 2.500-RM 3.000 per ton sampai tahun depan," tambahnya.

Sampai akhir tahun, Yosua memproyeksi TBLA bisa mengantongi pendapatan Rp 6,6 triliun dan laba bersih Rp 450 miliar. Yosua masih merekomendasikan beli saham TBLA dengan target harga Rp 1.350.

Gregorius percaya bisnis gula akan lebih stabil. Dia menaikkan rasio price earning TBLA dari 1 kali menjadi 2,5 kali. Gregorius memperkirakan, harga CPO tahun depan bisa mencapai US$ 750, dari rata-rata tahun ini US$ 625 per metrik ton.

Gregorius merekomendasikan beli saham TBLA dengan target harga Rp 1.470 per saham. Analis Maybank Kim Eng Anthony Lukmawijaya merekomendasikan beli saham TBLA dengan target harga Rp 1.500 per saham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×