kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,20   -16,32   -1.74%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Maraknya penerbitan global bond bisa memacu defisit


Minggu, 14 Januari 2018 / 16:38 WIB
Maraknya penerbitan global bond bisa memacu defisit
ILUSTRASI. Menteri BUMN Rini Soemarno Listing KOMODO BOND Jasa Marga di Bursa London


Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Sanny Cicilia

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Obligasi global menjadi sumber pembiayaan baru bagi Indonesia. Salah satunya penerbitan obligasi dalam denominasi rupiah atau komodo bond yang baru diterbitkan PT Jasa Marga dan akan diikuti oleh korporasi lainnya, seperti PT PLN, PT Garuda Indonesia Tbk, PT Intermedia Capital Tbk, dan PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk.

Masih menariknya aset Indonesia menjadi keuntungan korporasi untuk mencari sumber pendanaan dari luar. Namun, penerbitan global bond yang lebih besar juga berpengaruh terhadap defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) nanti.

Asisten Gubernur BI Dody Budi Waluyo menjelaskan, neraca primer dalam transaksi berjalan mencatatkan pembayaran kewajiban berupa bunga atas pinjaman dan surat utang. Tak hanya itu, neraca primer juga mencatatkan pembayaran dividen atas investasi asing langsung atau foreign direct investment (FDI).

Oleh karena itu, peningkatan penerbitan utang luar negeri secara statistik akan meningkatkan pembayaran kewajiban. Dengan demikian, "Pada gilirannya dapat meningkatkan defisit current account," kata Dody kepada KONTAN, Jumat (12/1).

Meski begitu, peningkatan penerbitan obligasi global tersebut juga bisa meredakan beban pembayaran utang luar negeri. Asalkan, surat utang yang diterbitkan itu digunakan untuk kegiatan usaha yang berorientasi ekspor.

Sehingga, "Secara neto, dampak langsung dan tidak langsung terhadap CAD bisa berupa defisit yang lebih rendah atau bahkan bisa menciptakan surplus," tambah Dody.

Sayangnya, Dody enggan memproyeksi kapan transaksi berjalan Indonesia bisa mencatat surplus. Sebab kata Dody, hal itu sangat tergantung pada rumusan kebijakan dan konsistensi implementasi kebijakan itu.

Dewan Gubernur BI sebelumnya memperkirakan transaksi berjalan Indonesia masih sulit untuk surplus dalam jangka pendek. Gubernur BI Agus Martowardojo memperkirakan, CAD tahun ini sebesar 2%-2,5% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Naik dibanding 2017 yang diperkirakan 1,65% dari PDB.

Kenaikan CAD diperkirakan akan terjadi hingga tahun 2019 mendatang. Baru di tahun 2022 CAD diperkirakan kembali menurun. "Sampai di 2022 itu sudah tidak lebih dari 2% dari PDB. Jadi ada sedikit naik di atas 2% di 2018-2019, setelah itu akan di bawah 2% dari PDB," kata Agus 28 Desember 2017 lalu.

Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara menyatakan, Indonesia berpeluang mencatatkan current account surplus. Asalkan, "Kita terus melanjutkan reformasi di struktural," tandasnya.

Misalnya, mengombinasikan keunggulan ekspor harga komoditas ekspor yang naik dengan ekspor produk lain dan memperbaiki ekspor jasa dengan meningkatkan wisatawan Indonesia ke luar negeri mengingat net ekspor jasa pariwisata hanya US$ 3 miliar-US$ 4 miliar.

Tak kalah penting, membenahi transaksi jasa yang selalu mencatat defisit lantaran harus membayar asuransi ke luar negeri dan jasa transportasi kapal ke perusahaan luar negeri. Juga mendorong investasi asing yang berorientasi ekspor agar bisa menghasilkan devisa dan menahan investasi asing agar bisa menanamkan kembali kentungannya ke dalam negeri.

"Tentu ini harus dengan perencanaan yang baik dan eksekusi yang baik, serta koordinasi yang sangat baik di pemerintah pusat dan daerah. BI juga turut serta dalam koordinasi dan komunikasi ini," tambah Mirza.

Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual mengamini semakin besarnya penerbitan global bond bisa memperlebar CAD dalam jangka menengah panjang. Sementara penerbitan global bond saat ini yang nominalnya belum terlalu besar membuat dampak ke CAD juga belum terlalu besar. Defisit pada neraca primer lanjut David, masih terbantu oleh dana-dana repatriasi dari kebijakan tax amnesty pajak pemerintah.

David menilai, hal utama yang perlu dilakukan pemerintah dalam memperbaiki struktur transaksi berjalan adalah neraca jasa yang selalu mencatat defisit, terutama dari penggunaan kapal-kapal asing dan asuransi kapal-kapal asing.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×