kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kurs rupiah masih terdesak


Kamis, 22 Maret 2018 / 09:04 WIB
Kurs rupiah masih terdesak
ILUSTRASI.


Reporter: Grace Olivia | Editor: Dupla Kartini

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rupiah masih tak berdaya. Bukan hanya terhadap dollar Amerika Serikat, nilai tukar rupiah juga melemah di hadapan valuta utama lainnya.

Melawan euro, misalnya, rupiah sudah merosot 3,89% year-to-date (ytd). Terhadap poundsterling, rupiah anjlok 5,66% (ytd). Bahkan rupiah merosot 7,34% (ytd) di hadapan yen Jepang. Sedangkan terhadap dollar AS, mata uang Garuda melemah 1,82% (ytd).

Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai, koreksi rupiah terhadap sebagian besar valuta utama dunia dipicu sentimen eksternal, terutama dari AS. Di tengah tingginya ekspektasi kenaikan bunga The Federal Reserve, rupiah merupakan salah satu mata uang yang paling terdepresiasi terhadap dollar AS, selain rupee India dan peso Filipina.

Sementara, mata uang utama lain dan mata uang negara tetangga, seperti Malaysia dan Singapura, lebih stabil terhadap dollar AS. "Itulah kenapa kurs rupiah melemah terhadap mereka (ringgit Malaysia dan dollar Singapura)," jelas Josua, Rabu (21/3).

Rupiah melorot 3,19% (ytd) terhadap dollar Singapura dan anjlok 4,26% (ytd) di hadapan ringgit Malaysia. Di saat yang sama, dollar AS justru melemah 2,39% terhadap ringgit Malaysia dan menyusut 0,77% di hadapan dollar Singapura.

Kebijakan bank sentral masing-masing negara juga mempengaruhi pelemahan rupiah. Analis Monex Investindo Putu Agus Prasuanmitra menjelaskan, sejak awal tahun bank sentral sejumlah negara memberi sinyal pengetatan kebijakan moneter.

Tengok Inggris, data perekonomian yang membaik kian membuat pasar berharap Bank of England (BoE) mengerek bunga acuan. Begitu pun European Central Bank (ECB) juga diprediksi menghentikan pembelian obligasi mulai September nanti. "Pengetatan kebijakan moneter tersebut akan meningkatkan valuasi mata uang mereka," ungkap Putu.

Dari pasar domestik, sentimen yang paling signifikan menekan rupiah adalah posisi neraca transaksi berjalan yang terus defisit. Tahun lalu, defisit transaksi berjalan mencapai 1,7% dari produk domestik bruto (PDB) atau US$ 17,3 miliar. Tahun ini, defisit transaksi berjalan diperkirakan lebih besar lagi, yaitu 2%–2,1% dari PDB.

Defisit membengkak lantaran pertumbuhan impor tahun ini berpotensi lebih besar dibandingkan pertumbuhan ekspor. "Transaksi berjalan masih defisit, sementara negara lain sudah surplus. Hal ini menunjukkan kebutuhan kita terhadap valuta asing masih sangat tinggi, sehingga sensitif bagi rupiah ketika ada sentimen atau gejolak seperti saat ini," jelas Josua.

Selain itu, besarnya kepemilikan asing di pasar keuangan Indonesia turut menekan rupiah. Misalnya, kepemilikan asing terhadap surat berharga negara (SBN) masih sekitar 40%, "Sedangkan di Malaysia, kepemilikan asingnya cuma di kisaran 20%," kata Josua.

Hal senada disampaikan ekonom Samuel Sekuritas Ahmad Mikail. Dia menilai, besarnya porsi dana asing di pasar Indonesia menyebabkan mata uang rupiah lebih rentan terhadap sentimen eksternal. Sentimen kenaikan suku bunga acuan AS, misalnya. "Sebenarnya sebagian besar mata uang terkena dampak, tapi lebih terasa ke rupiah karena keluarnya dana asing yang besar dari pasar saham maupun obligasi," pungkas Mikail.

Ia juga menilai, kenaikan impor di tahun ini sulit dihindari. Pasalnya, ada kebutuhan pembangunan infrastruktur yang masif serta potensi aktivitas produksi dan konsumsi yang membaik.

Meski demikian, Mikail memperkirakan di akhir kuartal-I 2018 pergerakan rupiah masih bisa terjaga di Rp 13.750 per dollar AS. Tak beda jauh, Josua memperkirakan rupiah akan menutup kuartal pertama tahun ini di level Rp 13.700 per dollar AS.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×