kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45981,69   -8,68   -0.88%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kinerja peritel makanan tertekan gaya hidup


Jumat, 20 Oktober 2017 / 20:28 WIB
Kinerja peritel makanan tertekan gaya hidup


Reporter: Dede Suprayitno | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perubahan gaya hidup menjadi potensi bisnis untuk ekspansi emiten ritel makanan dan food and beverage (F&B). Namun, pengaruh ekspansi emiten saat ini tertahan oleh sentimen negatif. Di antaranya adalah ketatnya persaingan bisnis dengan skema online. Bagaimana ekspansi gerai mereka saat ini?

Ada beberapa emiten yang bergerak pada bisnis ritel F&B. Di antaranya adalah PT Indoritel Makmur Internasional Tbk (DNET), PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT), PT Supra Boga Lestari Tbk (RANC), PT Fast Food Indonesia Tbk (FAST), PT Matahari Putra Prima Tbk (MPPA), dan PT Fast Food Indonesia Tbk (FAST).

MPPA memiliki 289 gerai multi format dari Aceh sampai Papua dengan nama Hypermart. Saat ini, Hypermart yang tersebar di 73 kota Indonesia. Dengan ukuran 5.905 meter persegi, Hypermart membidik masyarakat kelas menengah. Dalam 12 tahun, pendapatan tumbuh 37% CAGR.

Untuk memperluas cakupannya, MPPA mengalokasikan Rp 20 miliar per gerai. Ekspansi itu untuk format Hypermart dengan total luas 4.000 meter persegi per gerai. Dari catatan KONTAN, MPPA akan membuka 9-10 gerai Hypermart pada tahun ini.

Sementara itu, MAPB tahun ini berencana akan menambah 60 gerai baru. Pemilik lisensi Starbucks di Indonesia ini menggunakan dana IPO untuk ekspansi. Kala itu, MAPB mendapatkan dana IPO sebesar Rp 37,25 miliar.

Bisnis ritel makanan dan F&B masuk pada sektor trade, service, dan investment. Pada Jumat (20/10), sektor ini ditutup melemah 0,49%. Sedangkan secara year to date (ytd) sektor ini masih ada pertumbuhan 7,15%. Pertumbuhan sektor ini masih di bawah pertumbuhan IHSG yang naik 11,59% ytd.

Bertoni Rio, Senior Analyst Research Division Anugerah Sekuritas Indonesia menyatakan, bisnis ritel saat ini tengah tertekan. Ada penurunan penjualan cukup tajam seiring dengan tumbuhnya bisnis online. Sebab, bisnis online menjanjikan harga yang lebih murah dari ritel umumnya.

"Market dalam kota telah bergeser ke online khususnya Jawa. Masyarakat perkotaan telah dimanjakan dengan online dan menjanjikan harga dengan kualitas sama dengan toko," terang Bertoni kepada KONTAN, Jumat (20/10).

Akibat sentimen tersebut, omzet peritel turun dan bahkan menutup beberapa toko. Namun, masih ada potensi pada daerah-daerah yang belum terjangkau dengan online. Sehingga masih ada peluang peritel untuk berekspansi. "Tinggal perusahaan harus efisien supaya produk yang dijual bersaing dan memberikan nilai lebih," imbuhnya.

Dia pun mencermati, rata-rata transaksi pada sektor ini relatif sepi. Hanya MPPA saja yang cukup ramai jika dibandingkan dengan DNET, RANC, AMRT, dan FAST. Saat ini, MPPA memiliki PER -29,29 kali.

Sedangkan emiten yang paling murah yakni hanya RANC dengan PER 12,65 kali. "Rekomendasi beli MPPA dengan target harga Rp 800. Akumulasi beli pada Rp 550," tambahnya.

Reza Priyambada Analis Binaartha Parama Sekuritas menyatakan, ada perubahan pola konsumsi dari masyarakat. Saat ini, masyarakat cenderung berbelanja dengan mempertimbangkan kepraktisan. Sehingga, banyak konsumen akhirnya yang lebih memilih berbelanja di lokasi terdekat.

Menurut Reza, ekspansi AMRT maupun DNET yang masuk ke permukiman mempengaruhi keinginan konsumen untuk berbelaja di mal. Alhasil, kebiasaan tersebut mempengaruhi penjualan peritel besar yang ada di mall.

Selain itu, perubahan gaya konsumsi juga ada akibat sentimen online. "Ritel itu memang agak unik, karena di masyarakat sudah terlihat ada pergeseran transaksi. Karena sekarang sudah banyak aplikasi online, sehingga memang cenderung mereka mencari yang nyaman," terang Reza.

Reza merekomendasikan trading buy AMRT dan MPPA dengan target harga Rp 800 dan Rp 630. Sedangkan berdasarkan teknikal, Reza merekomendasikan trading buy saham DNET, RANC, dan FAST dengan target harga masing-masing Rp 2.420, Rp 380, dan Rp 1.540.

Riska Afriani, Analis OSO Sekuritas menambahkan, untuk sektor ritel, dia melihat sudah mulai nampak perbaikannya. Di antaranya akibat jumlah uang beredar pada kuartal III lebih banyak. "Sebabnya gaji ke-13 dan juga anggaran pemerintah digenjot pada semester II. Jadi menggerakan sektor tersebut," tambahnya.

Hal tersebut membuat aktivitas konsumsi meningkat. Bahkan pertumbuhan pada kuartal III, diprediksi akan lebih baik dari kuartal I dan II. Selain itu, target pertumbuhan GDP pada kuartal III meningkat. "Kemungkinan akhir tahun, sisa tiga bulan ini pemerintah akan genjot anggaran untuk infrastruktur," tambahnya.

Penyerapan anggaran tersebut, diharapkan dapat menggerakkan sektor riil. Pasalnya, semakin banyak uang yang beredar bisa menggerakkan sektor konsumsi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×