kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kinerja INDF menurun, analis masih memandang saham INDF bisa positif


Senin, 05 November 2018 / 20:49 WIB
Kinerja INDF menurun, analis masih memandang saham INDF bisa positif
ILUSTRASI. Mi instan Indomie


Reporter: Danielisa Putriadita | Editor: Azis Husaini

KONTAN.CO.ID -JAKARTA. PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) tertekan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar sehingga membuat kinerja merosot. Meski begitu, analis tetap memandang positif saham ini karena kinerja diproyeksikan bisa membaik tersokong penyelenggaraan pemilu tahun depan.

Bedasarkan laporan keuangan hingga kuartal III-2018, laba bersih INDF tercatat turun 13,6% secara tahunan menjadi Rp 2,82 triliun dari sebelumnya Rp 3,26 triliun. Sedangkan, perolehan pendapatan hanya naik 3,1% secara tahunan menjadi Rp 54,74 triliun. Andy Ferdinand Analis Samuel Sekuritas Indonesia mengatakan laba bersih INDF turun karena industri konsumsi masih melemah.

Selain itu, laba bersih INDF menurun karena dari divisi bogasari juga mengalami penurunan laba bersih. Tercatat laba segmen ini turun 14,89% secara tahunan menjadi Rp 772,46 miliar. Meski, secara volume penjualan memang produk segmen Bogasari masih catatkan kenaikan sebesar 9,37% secara tahunan menjadi Rp 12,52 triliun.

Namun Andy mengatakan laba di segmen ini menurun karena harga gandum dunia naik dan menaikkan harga jual produk segmen ini. Selain itu, kenaikan harga jual itu tampak tidak cukup mengkompensasi kenaikan beban seiring kenaikan harga gandum dan pelemahan rupiah. Andy mencatat EBIT segmen ini melemah 14,8%.

Direktur Investa Saran Mandiri Hans Kwee juga mengatakan, segmen kenaikan harga gandum memberatkan kinerja INDF dalam melakukan impor gandum ditengah rupiah yang terdepresiasi.

Andy menambahkan seiring pelemahan nilai tukar rupiah, tercatat INDF menglami forex loss sebesar Rp 727 miliar terkait utang valas. Tak heran bila laba bersih INDF hingga akhir September berada dibawah ekspektasi Andy.

Sementara, Janni Asman Analis Maybank Kim Eng Securities memproyeksikan Compound Annual Growth Rate (CAGR) segmen tepung ini sebesar 4% hingga 2020. "Kami berharap ada perkembangan kinerja segmen Bogasari di kuartal IV dari naiknya average selling price (ASP) guna menutupi kenaikan harga gandum akibat rupiah yang terdepresiasi," kata Janni, dalam riset 31 Oktober 2018.

Selain dari divisi Bogasari, divisi agribisnis juga tak bersahabat dengan kinerja INDF. Tercatat, laba divisi agribisnis turun 50% secara tahunan menjadi Rp 614 miliar. Andy mengatakan penurunan harga CPO dan volume penjualan CPO yang turun 12% secara tahunan membuat penjualan dan EBIT segmen plantations melemah.

"Di tahun depan view makro kami memperkirakan harga CPO berpotensi menguat seiring implementasi biodiesel 20," kata Andy, dalam riset 1 November 2018.

Senada, Hans mengatakan harga CPO masih tertekan karena faktor kelebihan pasokan. Perang antar industri CPO juga sangat ketat dengan AS yang melakukan black campaign dengan membandingkan penggunaan minyak kedelai dan matahari dengan CPO.

Di tengah laba berish INDF yang turun, divisi konsumen bermerek atau consumer branded product (CBP) menjadi penopang pertumbuhan utama pendapatan INDF. Tentunya, segmen noodles masih menjadi pendorong utamanya. "Marjin EBIT divisi ini relatif stabil di 14,9% dengan pertumbuhan EBIT sebesar 9,5% hingga kuartal III 2018," kata Andy.

Meski kinerja INDF hingga kuartal III masih belum sesuai ekspektasinya, Andy masih menyimpan harapan akan terjadi perbaikan pada daya beli masyarakat ke depan seiring harga sejumlah komoditas yng tetap tinggi. Hal ini tentu bisa menyokong kinerja perusahaan yang bergerak dibidang konsumer. Selain itu adanya program subsidi dan stimulus dari pemerintah juga turut mendukung kinerja INDF.

Tak dipungkiri sejumlah perhelatan pemilu di tahun depan juga diharapkan dapat mendukung aktivitas di industri konsumsi. "Kami masih merekomendasikan buy INDF di target harga Rp 8.400 per saham tetapi target harga tersebut sedang kami review kembali," kata Andy.

Senada, Hans juga masih merekomendasikan buy INDF di target harga Rp 6.600. Menurutnya jelang pemilu akan ada peningkatan pengeluaran di sektor consumer good dan INDF bisa manfaatkan sentimen tersebut. Kompak, Jani merekomendasikan buy di target harga Rp 5.700 per saham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×