kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,51   7,16   0.77%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Iran terjangkit virus corona, harga minyak dunia merosot 3,54%


Senin, 24 Februari 2020 / 17:34 WIB
Iran terjangkit virus corona, harga minyak dunia merosot 3,54%
ILUSTRASI. Senin (24/2) pukul 17.33 WIB, harga minyak WTI untuk pengiriman April 2020 turun 3,54% ke US$ 51,49 per barel.


Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Setelah sempat berada pada tren positif, harga minyak dunia kembali lagi berada dalam tren negatif. Merujuk Bloomberg, Senin (24/2) pukul 17.33 WIB, harga minyak west texas intermediate (WTI) untuk pengiriman April 2020 di New York Mercantile Exchange berada di US$ 51,49 per barel, turun 3,54% ketimbang posisi akhir pekan lalu pada US$ 53,38 per barel.

Sebelumnya minyak dunia sempat berada pada laju positif mengingat terjadinya konflik yang melibatkan Amerika Serikat (AS)-Rusia. Pekan lalu, Presiden AS Donald Trump memutuskan untuk mem-blacklist administrasi perdagangan asal Rusia, yakni Rosneft Trading Company seiring dugaan Rosneft membantu Venezuela dalam menghindari embargo ekspor minyak.

Analis Monex Investindo Futures Faisyal menyebut kabar terbaru dari persebaran virus corona punya andil besar dalam menekan harga minyak hari ini. Menurutnya, outbreak yang terjadi di Iran menimbulkan kekhawatiran di pasar.

Baca Juga: Begini dampak penyebaran virus corona menurut bank-bank besar

“Kabar persebaran corona yang telah menginfeksi Iran menimbulkan sentimen negatif baru, sebab Iran merupakan produsen minyak dunia terbesar. Selain itu, persebaran corona yang semakin meluas ke berbagai negara juga menurunkan permintaan minyak,” jelas Faisyal kepada Kontan.co.id, Senin (24/2).

Permintaan yang berpotensi menurun diperparah dengan kemungkinan semakin banyaknya produksi minyak oleh AS. Faisyal menyebut, adanya laporan dari Baker Hughes (perusahaan energi asal AS) yang menyebut saat ini jumlah pengeboran yang aktif di AS bertambah satu lagi, menjadi 679. Catatan tertinggi sejak 22 Desember 2019 silam.

“Sehingga ini akan berpotensi meningkatkan produktivitas minyak dari AS, sementara OPEC+ juga belum ada kabar terbaru mengenai kemungkinan pemangkasan produksi,” tambah Faisyal.

Baca Juga: Menilik persoalan minimnya cadangan minyak Indonesia

Faisyal memperkirakan tren negatif ini akan berlangsung cukup lama, mengingat persebaran corona justru terlihat semakin meluas ketimbang menemui titik terang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×