kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

IHSG masih paling sakti di pasar Asia


Jumat, 16 September 2016 / 07:25 WIB
IHSG masih paling sakti di pasar Asia


Reporter: Dityasa H Forddanta | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Imbal hasil atau return Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sejak awal tahun alias year to date (ytd) mengungguli sejumlah indeks regional. Return IHSG mencapai 14,65%. Bandingkan dengan Hang Seng Index yang menghasilkan imbal hasil 6,49%. Straits Times Index (STI) malah turun -2,68%. Nikkei pun -13,81%.

IHSG pun kembali mengungguli indeks Thailand yang sebelumnya memimpin pasar Asia. Positifnya imbal hasil ini juga diikuti oleh imbal hasil sejumlah saham blue chips.

Misal, saham PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) yang memberikan return 63,8%. Bandingkan dengan saham sejenis Nongshim Co Ltd dengan imbal hasil minus 30,94%. Nongshim adalah produsen makanan olahan terbesar di Korea Selatan.

Saham PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) pun menghasilkan imbal hasil 33,3%. Saham sejenis, PLDT Inc mencatat imbal hasil minus 17,91%. Emiten ini tercatat di bursa Filipina.

Analis Minna Padi Investama Frederik Rasali bilang, kondisi ini terjadi lantaran kondisi makro Indonesia yang menarik minat investasi investor. Satu hal yang menjadi perhatian utama adalah soal kebijakan.

"Kebijakan terkait ekonomi Indonesia saat ini jauh lebih rapi dibanding beberapa tahun lalu," kata Frederik kepada KONTAN, Kamis (15/9).

Hal ini memberikan dorongan bagi investor untuk melirik pasar Indonesia. Selain itu, Indonesia memiliki suku bunga yang masih relatif lebih tinggi daripada Singapura dan beberapa negara lainya. Sehingga asumsi untuk perhitungan minimum imbal hasil juga lebih tinggi daripada beberapa negara lain.

Ini menjadi sentimen utama untuk mengambil keputusan investasi di Indonesia. "Kalau kapitalisasi pasar memang masih lebih kecil dibanding beberapa negara lain, tapi aktifnya kegiatan IPO di Indonesia bisa menjadi harapan bagi investor asing untuk masuk ke market Indonesia," jelas Frederik.

Aditya Perdana Putra, analis Semesta Indovest sependapat. Memang, posisi kapitalisasi pasar Bursa Efek Indonesia dibanding sejumlah bursa asing cukup mempengaruhi. Artinya, ketika bobotnya lebih kecil, maka kenaikan return bisa lebih tinggi.

Tapi, secara fundamental, makro Indonesia memang terlihat menarik bagi para investor. Apalagi, setelah adanya sentimen amnesti pajak. Periode Juni, return IHSG menempati posisi tertinggi ketiga diantara bursa global. Nah, setelah periode itu hingga saat ini, return indeks justru menempati posisi pertama.

"Karena bursa lokal membutuhkan likuiditas," ujar Adit.

Amnesti pajak bisa memberikan likuiditas itu. Memang, IHSG masih berada di bawah bayang-banyang minimnya realisasi amnesti pajak. Tapi, satu hal yang patut dicermati adalah mulai adanya akselerasi realisasi dana repatriasi.

Sebelumnya, realisasi dana repatriasi baru sekitar 7% dari target akhir tahun Rp 165 triliun. Tapi tak lama kemudian, realiasasinya langsung mencapai 12%, atau sekitar Rp 21 triliun. Sehingga, muncul optimisme baru jika amnesti pajak bisa berjalan optimal.

Hal ini membuat optimisme akan prospek jangka panjang makro Indonesia juga menjadi lebih baik untuk jangka panjang. Sentimen ini pada akhirnya mengerucut pada hal yang lebih mikro, para emiten yang berada di dalam bursa lokal.

Kondisi makro jangka panjang yang lebih prospektif akan berkorelasi positif berupa sentimen prospek fundamental jangka panjang emiten yang juga lebih baik. Hal inilah yang membuat return sejumlah saham blue chips juga melampaui return perusahaan sejenis di Asia.

"Kebanyakan investor yang masuk ke blue chips itu investor yang melihat fundamental jangka panjang," pungkas Adit.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×