kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Harga nikel mengerek kinerja INCO


Jumat, 12 Mei 2017 / 11:45 WIB
Harga nikel mengerek kinerja INCO


Reporter: Andy Dwijayanto | Editor: Rizki Caturini

JAKARTA. Pendapatan PT Vale Indonesia Tbk sepanjang kuartal I 2017 naik 32,4% menjadi US$ 143,95 juta. Menurut perusahaan itu, kenaikan rata-rata harga jual nikel yang lebih berperan mendongkrak kinerja tersebut.

Menurut laporan resmi Vale Indonesia tanggal 27 April 2017, harga realisasi rata-rata nikel matte sepanjang tiga bulan pertama tahun ini sebesar US$ 8.214 metrik ton. Harga tersebut naik 24,12% ketimbang periode yang sama tahun 2016. 

Meskipun pada periode itu produksi dan penjualan juga naik, Vale Indonesia tak melihat sebagai faktor utama pendorong kinerja. Pasalnya, sepanjang tahun ini mereka lebih memilih mempertahankan stabilitas produksi. "Ya memang harga nikel yang paling utama mempengaruhi kinerja, itu sudah pasti," ujar Ratih Amri, Sekretaris Perusahaan, sekaligus Direktur Legal PT Vale Indonesia Tbk, saat dihubungi KONTAN, Selasa (9/5).

Vale Indonesia sudah menetapkan target produksi tahun sebanyak 80.000 metrik ton nikel. Sebagai perbandingan, realisaai volume produksi mereka pada tahun lalu yang mencapai 77.581 metrik ton.

Meskipun sempat menikmati kenaikan harga pada kuartal I 2017, Vale Indonesia tak melihat harga nikel berada dalam tren kenaikan harga. Sebab, perusahaan berkode saham INCO di Bursa Efek Indonesia itu, melihat tantangan bisnis.

Perlu diketahui, rata-rata harga jual nikel matte pada kuartal I 2017 tadi sejatinya masih lebih rendah ketimbang kuartal terakhir tahun lalu. Pada kuartal IV 2016, Vale Indonesia mampu menjual nikel matte dengan harga jual rata-rata sebesar US$ 8.238 per metrik ton.

Nico Kanter, Chief Executive Officer dan Presiden Direktur PT Vale Indonesia Tbk meyakini, harga harga nikel tahun ini akan senantiasa berada pada level yang rendah. Mengingat, masih tingginya persediaan di London Metal Exchange (LME) dan Shanghai Futures Exchange (SHFE).

Hal lain yang mengganjal kenaikan harga nikel adalah ketidakpastian di pasar nikel global, mengenai peran kuota ekspor bijih Indonesia sebagai penambah volume atau pengganti turunnya pasokan bijih dari Filipina ke China. "Hal ini berarti sangat penting bagi kami tetap fokus pada optimalisasi kapasitas produksi, meningkatkan efisiensi dan mengurangi biaya," terang Nico, dalam rilis PT Vale Indonesia Tbk, Kamis (27/4).

Proyek smelter

Selain mengawal produksi dan penjualan, Vale Indonsia melanjutkan rencana dua proyek fasilitas pengolahan mineral mentah alias smelter. Menurut rencana mereka, smelter itu untuk mengolah hasil tambang Bahadopi di Sulawesi Tengah dan Pomalaa di Sulawesi Tenggara.

Hasil pengolahan smelter berupa memproduksi feronikel dan mixed sulphide precipitation. Vale Indonesia menghitung, smelter tersebut bisa memproduksi mixed sulphide precipitation di atas 45% dengan pengolahan berteknologi high pressure acid leaching.

Namun target realisasi pembangunan smelter bukan tahun ini. Hingga kini, belum ketahuan target memulai konstruksi pembangunan smelter. Pasalnya Vale Indonesia masih harus melakukan studi kelayakan dan mencari perizinan.

Apalagi Vale Indonesia juga berencana menggandeng mitra bisnis. Manajemen perusahaan bilang, tak mudah menyeleksi mitra bisnis untuk mengerjakan dua proyek smelter di dua lokasi tadi. "Ini studinya masih berlangsung, kalau dari sisi studi bisa saja progres-nya selesai tahun ini, tetapi belum mulai konstruksi karena masih tahap studi," jelas Ratih.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×