kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45932,69   4,34   0.47%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Errinto Pardede: Trading saham bikin bergairah


Minggu, 19 Oktober 2014 / 20:42 WIB
Errinto Pardede: Trading saham bikin bergairah
ILUSTRASI. Vale Indonesia (INCO) akan membagikan dividen 30% dari laba bersih tahun buku 2022


Reporter: Veri Nurhansyah Tragistina | Editor: Dupla Kartini

JAKARTA. Tujuan berinvestasi ternyata tidak hanya untuk mengembangbiakkan uang semata. Bagi sebagian orang, investasi, khususnya di pasar saham, adalah sarana ekspresi diri sekaligus memenuhi gairah untuk menjajal tantangan.

Direktur Corporate Affairs PT Delta Dunia Makmur Tbk (DOID) Errinto Pardede adalah salah satu contoh profesional yang menganggap bermain saham tak semata investasi, tapi juga wahana ekspresi diri.

Pria yang akrab disapa Rinto ini mengaku, mulai bermain saham sejak masih kuliah di Amerika Serikat (AS), yakni sekitar tahun 1995–1996 silam. Didorong hasrat mudanya yang masih menggebu, Rinto lebih memilih menjajal transaksi saham dalam jangka pendek alias trader.

Rinto menganggap, investasi jangka panjang kurang menantang dan terlalu lambat menghasilkan fulus. Apalagi sebagai mahasiswa, Rinto ingin mendapatkan tambahan dana biaya hidup.

Pria lulusan Universitas Northeastern ini mulai memutar uangnya pada saham berbasis teknologi informasi. Kala itu, di Amerika memang sedang terjadi dotcom bubble, banyak bermunculan perusahan berbasis teknologi informasi.

Pengalaman pertama bermain saham terbilang naik turun. "Awalnya, saya meraih untung lumayan, tapi kemudian rugi besar," terang bapak dua orang anak ini.

Namun, meski merugi, Rinto tidak pernah kapok trading saham. Baginya, setiap trader memang harus tahu risiko memutar uang di pasar saham, termasuk mengalami rugi sangat besar. Pengalaman itu justru ia jadikan pembelajaran untuk trading di tahun-tahun berikutnya.
 
Sekembalinya ke Indonesia pada tahun 2000, Rinto mulai menapaki kariernya sebagai profesional. Hal ini membuat strategi investasi Rinto lebih rapi dan terkalkulasikan dengan baik. Misalnya, ia mulai memutar uang di reksadana campuran. Instrumen ini sebagai investasi jangka panjang, semisal mempersiapkan dana kuliah anak. "Saya jarang utak-atik investasi reksadana, cukup installment rutin," katanya.
 
Selain itu, Rinto mulai menjajal investasi di bidang properti. Rinto lebih menyukai rumah tapak ketimbang apartemen. Soalnya, ia juga menginginkan setiap properti yang dimilikinya juga bisa nyaman untuk ditinggali keluarganya.

Getol trading

Meski menjajal investasi di reksadana dan properti, tak lantas Rinto melunturkan gairahnya bermain saham. Ia tetap lebih tertantang trading saham jangka pendek ketimbang investasi jangka panjang, meskipun waktu luangnya kian menipis.

Untuk menyiasati itu, Rinto mengalokasikan waktu di awal perdagangan sesi I dan waktu menjelang penutupan Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk memantau portofolio.

Dalam trading, pria yang menjadi direktur DOID sejak 2013 itu mengaku, tidak punya kiat khusus. Ia hanya rutin memantau berita, sentimen maupun rumor yang berkembang di publik. Pekerjaannya di bidang hubungan investor memudahkan Rinto mengamati berita seputar pasar saham.

Ia pun mengaku tidak terlalu jatuh cinta pada satu sektor atau saham tertentu. "Kalau memang saya anggap akan naik, saya beli. Tapi, jika sudah memenuhi target profit, seminggu atau dua minggu kemudian saya jual lagi," tutur Rinto.

Seperti trader lainnya, ia menetapkan target profit dan cut loss. Biasanya, ia menjual saham jika sudah naik 10%–15% dari harga pembelian. Sementara, batas cut loss sekitar 5%–10%.

Rinto bilang, imbal hasil hasil trading sebenarnya tak jauh berbeda dengan investasi jangka panjang. Namun, trading saham bisa menghasilkan profit lebih cepat. "Risikonya tinggi. Tantangan itu yang membuat hidup saya lebih hidup," jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×