kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Bersiap dengan skenario terburuk IHSG


Rabu, 15 Agustus 2018 / 21:27 WIB
Bersiap dengan skenario terburuk IHSG
ILUSTRASI. Bursa Efek Indonesia


Reporter: Dityasa H Forddanta | Editor: Narita Indrastiti

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bergerak fluktuatif pada perdagangan Rabu (15/8). IHSG sempat turun lebih dari 1% jelang penutupan sesi I.

Penurunan itu merupakan respon atas pengumuman Badan Pusat Statistik (BPS) yang menyebut neraca perdagangan kembali defisit sebesar US$ 2,03 miliar. Defisitnya neraca perdagangan berpotensi membuat tekanan terhadap defisit neraca transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) membesar.

Beruntung, Bank Indonesia (BI) bergerak cepat dengan menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 5,5%. Alhasil, IHSG menguat 0,81% ke level 5.816 di penutupan sesi kedua.

Meski demikian, hal itu bukan berarti sinyal positif. Malah, tak menutup kemungkinan IHSG bisa kembali melorot di bawah level 5.700 hingga akhir tahun nanti.

"Krisis di Turki menjadi kekhawatiran utama pasar saat ini," ujar Direktur Investa Saran Mandiri Hans Kwee, Rabu (15/8).

Pelaku pasar khawatir jika CAD Indonesia melebihi batas amannya, 3%. terlebih, angkanya saat ini sudah mendekati batas aman tersebut. Sebab, kejatuhan mata uang Turki, lira, juga diawali dengan merosotnya CAD.

Akibatnya, pelaku pasar kabur dari pasar obligasi. Larinya dana asing turut mendorong aksi jual yang terjadi di bursa saham.

Situasi bisa kembali kondusif jika krisis Turki tidak berlangsung lama. Hans bilang, jika skenario ini yang terjadi, maka IHSG bisa bertahan di level 6.000 hingga akhir tahun.

Lain halnya jika krisis terjadi lebih lama. Hal itu akan memicu terulangnya krisis kecil seperti yang dipicu oleh krisis di Yunani beberapa waktu lalu. Pasalnya, melorotnya lira membuat perusahaan Turki gagal bayar sehingga mempengaruhi bank-bank di Eropa.

"Kembali menguat atau penurunan lebih lanjut mata uang lira yang akan menjadi pembeda krisis berlangsung berkepanjangan atau hanya sementara," jelas Hans.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×