kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

BEI dan OJK kaji aturan penjatahan saham IPO


Selasa, 05 Desember 2017 / 17:17 WIB
BEI dan OJK kaji aturan penjatahan saham IPO


Reporter: Dede Suprayitno | Editor: Dupla Kartini

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Persoalan likuiditas saham emiten menjadi perhatian Bursa Efek Indonesia (BEI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Apalagi terhadap emiten yang baru saja menginjakan kaki di bursa saham melalui skema initial public offering (IPO).

OJK dan BEI mencari cara untuk meningkatkan likuiditas saham. Untuk itu, keduanya tengah mengkaji aturan mengenai porsi penjatahan saham kepada investor. Sebab, selama ini masih dominan adanya fix allotment atau penjatahan pasti kepada investor, sehingga membuat saham menjadi kurang likuid.

"Memang porsi kepemilikan fix alokasinya kadang terlalu besar. Sehingga likuiditasnya tidak bergerak. Nah, alokasinya akan kita perbaiki," kata Samsul Hidayat, Direktur Penilaian Perusahaan BEI, Selasa (5/12).

Lanjut Samsul, nantinya porsi untuk investor pooling allotment atau penjatahan terpusat, dengan kata lain merupakan investor ritel akan diperbesar. Hanya saja, mengenai porsi penambahan tersebut, Samsul belum berkomentar. "Intinya cara mainnya nanti akan banyak dari masyarakat. Nanti kita coba lihat," imbuhnya.

Ketentuan alokasi penjatahan saham ini, kata dia, belum diatur. Sehingga aturan ini nanti akan ada dalam peraturan OJK. Porsi untuk publik nanti akan diperbesar, sehingga bisa mendorong perdagangan lebih likuid. "Lagi dibahas alokasinya, mungkin bisa dibesarin untuk masyarakat," kata Samsul.

Berkaca dari beberapa negara, idealnya saham untuk pooling allotment sebesar 5%-10%. Sebab, karakteristik untuk fix allotment, merupakan investor jangka panjang. Mereka membeli tidak langsung untuk dijual. Nah, bila saham publik untuk pooling lebih besar, maka besar kemungkinannya akan mendorong likuiditas saham.

"Kalau publik lebih banyak maka probabilitasnya bagus. Likuiditasnya lebih banyak. Pembentukan harganya juga banyak," lanjut Samsul.

Sebagai gambaran, sejumlah saham yang baru IPO, khususnya anak perusahaan BUMN, memang rata-rata dari fix allotment. Alhasil, saham tersebut hanya aktif diperdagangkan diawal, karena investor lebih mengincar investasi jangka panjang.

Saat ini bursa telah mengajak 31 perusahaan untuk IPO. Rata-rata merupakan perusahaan menengah dan kecil. Pemerintah juga mendorong perusahaan kecil untuk bisa masuk ke pasar modal.

"Mendingan melihat kuantitas perusahaannya. Artinya, perusahaan yang memanfaatkan ini sudah semakin banyak. Utilisasi pasar modal perusahaan sudah banyak. Jangan melihat sesuatu dari yang kecil, karena kecil bisa jadi besar," imbuh Samsul.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×