kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ451.001,74   8,14   0.82%
  • EMAS1.199.000 0,50%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

BBCA bertahan dengan jurus konservatif


Selasa, 21 Maret 2017 / 09:59 WIB
BBCA bertahan dengan jurus konservatif


Reporter: Emir Yanwardhana | Editor: Sanny Cicilia

jakarta. PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) mencatatkan kinerja positif tahun lalu. Sepanjang 2016, bank yang terafiliasi Grup Djarum ini mengantongi laba bersih Rp 20,61 triliun. Jumlah ini tumbuh 14% dibanding laba bersih 2015. Adapun pendapatan bunga bersih BBCA tumbuh 12% year-on-year (yoy) jadi Rp 40 triliun.

Analis Ciptadana Securities Syaiful Adrian menilai, ruang gerak BBCA pada tahun lalu terbilang sempit. Ini terkait rendahnya permintaan kredit dari sejumlah sektor. "Realisasi proyek infrastruktur juga masih minim," kata dia dalam risetnya yang dipublikasikan Selasa (14/3) pekan lalu.

Kucuran kredit BBCA juga belum sesuai ekspektasi. Bank swasta terbesar di tanah air ini hanya menorehkan pertumbuhan kredit sebesar 7,36% menjadi Rp 419,35 triliun. Kredit dari sektor korporasi yang berkontribusi paling besar, tumbuh 9,6%. Sementara kontribusi terendah berasal dari sektor komersial, yang hanya tumbuh 3,8%.

Syaiful menilai, BBCA tampak berhati-hati dan mengandalkan jurus konservatif dalam mengucurkan kredit ke sektor komersial. Sebab, tingkat kredit macet (NPL) segmen ini paling tinggi, 2,1%. Segmen lain seperti  kredit korporasi dan konsumer hanya mencetak NPL 0,8%.

Analis Panin Securities Fredrik Rasali memprediksikan, NPL BBCA tahun ini naik ke kisaran 1,6%. "Outlook manajemen di level ini. Saya melihat, tidak akan jauh dari angka itu," ungkap Fredrik kepada KONTAN kemarin.

Soalnya, masih ada risiko NPL pada 2016 yang terbawa ke 2017. Itu terlihat dari banyaknya penghapusan kredit macet pada kuartal pertama tahun ini. Sebagai catatan, BBCA melakukan write off untuk buku 2016 dengan nilai  mencapai Rp 1,15 triliun.

Sementara Analis Mandiri Sekuritas Tjandra Lienandjaja berpendapat, kredit yang hanya tumbuh 7% belum bisa mengangkat net interest margin (NIM) BBCA secara signifikan. Tahun lalu, NIM BBCA naik menjadi 7,03% dibandingkan dengan posisi 2015 sebesar 6,98%. "Ini lantaran ketatnya persaingan di sektor konsumer dan kenaikan time deposit rates," tuturnya.

Menurut Tjandra, kondisi itu masih akan terjadi di 2017. Dan dia memproyeksikan, BBCA membukukan NIM di bawah level 7% tahun ini. Meski demikian, masih ada sentimen positif buat BBCA: kucuran kredit tahun ini bisa tumbuh yang dipicu realisasi proyek infrastruktur.

BBCA menargetkan pertumbuhan kredit berkisar 10%–11%, yang didorong segmen korporasi dan konsumer. Manajemen mematok NPL di 1,5%–1,6% di tahun ini.

Sedangkan Syaiful memperkirakan, kucuran kredit BBCA bakal menanjak pada kuartal kedua tahun ini. Salah satu pemicunya adalah proyek konstruksi. Di sisi lain, pertumbuhan kredit akan sejalan dengan kenaikan cost of fund. Indikasinya ialah, saat ini time deposit rate BBCA mencapai 6,75%, meningkat dibandingkan dengan pertengahan tahun lalu di level 5,25%.

Dengan tingkat NPL yang masih rendah ketimbang bank lain, Frederik merekomendasikan buy saham BBCA, dengan target Rp 17.000 per saham. Sedang Syaiful dan Tjandra merekomendasikan hold dan neutral, dengan target masing-masing Rp 16.800 dan Rp 15.150 per saham. Harga BBCA kemarin naik 0,78% menjadi Rp 16.075 per saham.              n

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×