kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,34   -28,38   -2.95%
  • EMAS1.321.000 0,46%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Banjir dana asing, India kelabakan


Kamis, 24 Agustus 2017 / 13:37 WIB
Banjir dana asing, India kelabakan


Reporter: Wahyu Tri Rahmawati | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - Pemerintah India sedang kelabakan mengendalikan aliran dana masuk yang memenuhi pasar surat utang. Kuota pembelian obligasi korporasi oleh investor asing di India sudah mencapai level 100%.

India membatasi investasi asing di obligasi korporasi pada 2,44 triliun rupee alias US$ 38,1 miliar atau setara dengan Rp 508,6 triliun. Ketika pembelian asing mencapai level 92% dari total kuota pada Juli lalu, pemerintah menahan penerbitan obligasi berdenominasi rupee hingga kepemilikan asing turun.

Tapi, kepemilikan asing justru makin tinggi. Berdasarkan data National Securities Depository Limited, pada akhir Juli, kepemilikan asing sudah mencapai 99,77% dari kuota. Pada 22 Agustus, kepemilikan asing turun tipis menjadi 99,62%.

Bandingkan kondisi ini dengan Indonesia. Menurut hitungan Pemeringkat Efek Indonesia, kepemilikan asing di obligasi korporasi yang baru mencapai 6,51% dari total outstanding obligasi korporasi domestik.

Sedangkan menurut data Kustodian Sentral Efek Indonesia, outstanding obligasi korporasi Indonesia tercatat Rp 344,07 triliun per akhir Juli. Artinya, kepemilikan asing hanya sekitar Rp 22,36 triliun.

Sebagai pembanding, kepemilikan investor asing di surat utang negara Indonesia yang dapat diperdagangkan mencapai Rp 779,83 triliun pada 23 Agustus 2017. Porsi kepemilikan asing di SUN mencapai 39,11%. Angka ini setara dengan US$ 58,40 miliar.

Minat investor asing atas surat utang India tak berhenti di situ. Pasalnya perusahaan pengelola dana seperti BlackRock dan Citi Private Bank masih suka menaruh dana di negeri Bollywood ini. "India menawarkan imbal hasil relatif tinggi, kondisi politik yang cenderung stabil, fundamental ekonomi yang membaik, stabilitas nilai tukar yang hanya bisa ditawarkan beberapa pasar," kata Wontae Kim, research analyst Western Asset Management kepada CNBC.

Menurut data Dealogic, rata-rata kupon obligasi korporasi India yang diterbitkan pada periode Januari-Juli 2017 mencapai 7,27%. Angka ini lebih rendah ketimbang obligasi korporasi Indonesia di level 9,16%. Tapi, imbal hasil ini masih lebih tinggi ketimbang Meksiko, Brasil, dan Malaysia.

Pada tujuh bulan pertama tahun ini, aliran investasi asing ke India mencapai 1,13 triliun rupee atau US$ 17,65 miliar. Pada periode yang sama tahun lalu, India mencatat arus dana keluar 47,24 miliar rupee.

Arus dana masuk ini menyebabkan nilai tukar rupee menguat 5,8% sepanjang tahun 2017. Reserve Bank of India (RBI) terpaksa turun tangan dan mengintervensi pasar agar kurs rupee tidak menguat ke level yang membahayakan.

Saking banyaknya menjual rupee dan membeli dollar, cadangan devisa RBI mencapai level tertinggi US$ 393 miliar pada bulan ini. "Naiknya cadangan tentu menjadi bantalan terhadap volatilitas eksternal. Di sisi lain, ada efek berupa return yang lebih rendah di tengah imbal hasil global yang juga menurun," kata Radhika Rao, ekonom DBS kepada CNBC.

Dalam riset, analis Morgan Stanley mengatakan bahwa investor telah meminta RBI untuk memangkas suku bunga untuk mencegah terus naiknya kurs rupee terhadap dollar AS. Tapi, bank sentral tampaknya belum akan menggunting suku bunga. 

"Kebijakan moneter RBI hanya akan diambil jika penguatan rupee berdampak ke inflasi, bukan untuk mengatasi penguatan nilai tukar. Tapi, seiring terus naiknya likuidits, RBI akan memerlukan kebijakan lain," ungkap Morgan Stanley.

Sekadar informasi, repo rate RBI di level 6% dengan reverse repo rate 5,75%. Marginal standing facility rate dan bank rate masing-masing 6,25%.




TERBARU

[X]
×