kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Bahana pangkas proyeksi harga nikel


Selasa, 31 Januari 2017 / 15:26 WIB
Bahana pangkas proyeksi harga nikel


Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Pada awal tahun ini, Presiden Joko Widodo mengambil keputusan yang cukup mengejutkan market dengan melakukan relaksasi aturan ekspor mineral. Menurut Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Archandra Tahar, relaksasi ini diharapkan mampu memberikan rasa keadilan untuk semua pihak baik bagi perusahaan tambang Indonesia yang sudah memiliki teknologi yang maju maupun bagi perusahaan tambang asing yg beroperasi di Indonesia.

Seperti yang dikutip dari riset Bahana Securities, dalam aturan baru tersebut, pemerintah tetap konsisten meminta perusahaan tambang untuk membangun smelter di tanah air. Dengan demikian, kuota ekspor masing-masing perusahaan akan sangat tergantung pada kemajuan pembangunan smelter.

Melalui aturan baru ini, pemerintah juga secara tegas mengatakan akan memantau perkembangan pembangunan smelter. Dalam masa lima tahun, smelter sudah harus selesai dan dalam setiap enam bulan, pemerintah akan meminta laporan pembangunan smelter tersebut.

''Apa yang dilakukan pemerintah saat ini cukup beralasan, pemerintah paham kalau perusahaan perlu uang untuk membangun smelter makanya izin ekspor di buka kembali. Namun dengan syarat, pemerintah tetap meminta laporan kemajuan pembangunan smelter,'' kata Analis Bahana Securities Andrew Franklin Hotama.

Andrew menilai, untuk jangka panjang, aturan ini akan membawa dampak positif bagi industri pengolahan dan pemurnian mineral Indonesia.

Pemerintah menetapkan, target kuota ekspor untuk nikel maksimum sebesar 7,8 Wet Metric Ton (WMT). Dengan dibukanya kembali keran ekspor, maka sisi produksi diperkirakan akan melebihi permintaan. Akibatnya, harga nikel ambruk hingga dibawah US$ 10,000/ ton atau 16,8% dibawah harga tertinggi sepanjang 2016, yang sempat menyentuh level US$ 11.589/ton.

Faktor lain yang mempengaruhi harga nikel dunia adalah kebijakan yang diambil oleh pemerintah Filipina yang menghentikan kegiatan tambang 20 perusahaan karena isu lingkungan hidup. Saat ini, 13 perusahaan sudah menempuh jalur hukum dan sedang naik banding. Sedangkan 7 tujuh perusahaan lainnya sudah tidak lagi memiliki izin tambang.

Berdasarkan laporan media lokal di Filipina, kemungkinan jumlah perusahaan yang akan ditarik izin tambangnya masih akan bertambah lagi di sepanjang tahun ini. Bila itu terjadi, Bahana memperkirakan, harga nikel akan menguat kembali ke kisaran US$ 11,000/ton.

Dengan berbagai faktor ini, Bahana menurunkan proyeksi harga nikel tahun ini ke kisaran US$ 9,500/ton dari proyeksi harga sebelumnya sekitar US$ 12,500/ton.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×