kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.806.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.585   -5,00   -0,03%
  • IDX 6.511   38,26   0,59%
  • KOMPAS100 929   5,57   0,60%
  • LQ45 735   3,38   0,46%
  • ISSI 201   1,06   0,53%
  • IDX30 387   1,61   0,42%
  • IDXHIDIV20 468   2,62   0,56%
  • IDX80 105   0,58   0,56%
  • IDXV30 111   0,69   0,62%
  • IDXQ30 127   0,73   0,58%

Bagaimana prospek emiten kabel ke depan?


Senin, 07 November 2016 / 07:57 WIB
Bagaimana prospek emiten kabel ke depan?


Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Indonesia terus menggenjot proyek setrum. Pemerintah ingin mengerek rasio elektrifikasi dari posisi 88,3% pada 2015 menjadi 99,7% di 2025 mendatang. Perusahaan yang bergerak di proyek kelistrikan maupun sarana pendukungnya tentu akan mendapat berkah dari program pemerintah ini.

Salah satu sektor usaha yang kecipratan adalah produsen komponen kabel. Analis meyakini prospek emiten kabel yang mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia (BEI) makin kencang.

Analis Daewoo Securities Christine Natasya menyebutkan, permintaan dari proyek pemerintah berhasil mendongkrak kinerja keuangan emiten kabel pada tahun ini. “Banyak proyek pemerintah melalui PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), sehingga produk kabel banyak dibutuhkan,” ungkap dia kepada KONTAN, Jumat (4/11).

Hingga 30 September 2016, emiten kabel membukukan pertumbuhan laba bersih yang cukup signifikan. Lihat saja PT KMI Wire and Cable Tbk (KBLI) yang berhasil meraup laba sebesar Rp 228,47 miliar. Jumlah ini menanjak 247% dibandingkan laba bersih di periode yang sama tahun lalu, Rp 65,90 miliar.

Sedangkan produsen kabel lainnya, PT Supreme Cable Manufacturing & Commerce Tbk (SCCO) membukukan lonjakan laba bersih sebesar 157% year-on-year (yoy) menjadi Rp 249,94 miliar di kuartal III-2016.

Adapun PT Jembo Cable Company (JECC) mencatatkan pertumbuhan laba bersih paling tinggi, yakni melonjak sebesar 4.782% (yoy) menjadi Rp 123,05 miliar. Pertumbuhan ini didorong peningkatan penjualan produk yang memiliki margin tinggi, seperti kabel corrugated metalic yang digunakan untuk kebutuhan PT Freeport Indonesia, PT Chevron Pacific Indonesia dan PT Pertamina.

Kebutuhan kabel

Lonjakan pertumbuhan laba bersih ketiga emiten itu juga didorong penurunan harga beli tembaga dan aluminium. Pada 2015, harga tembaga senilai Rp 82.573 per kilogram, sedangkan di semester pertama tahun ini menyusut ke Rp 69.623 per kg.

Begitu pula dengan harga aluminium dari posisi Rp 27.942 per kg pada 2015 menjadi Rp 24.094 per kg di semester I 2016. Kebutuhan kabel cukup tinggi seiring pelaksanaan program ketenagalistrikan pemerintah sebesar 35.000 megawatt (MW) di seluruh Indonesia.

Christine, dalam risetnya menyatakan, PLN akan membangun pembangkit listrik untuk menghasilkan 10.000 MW, sementara 25.000 MW akan ditawarkan ke Independent Power Producers (IPP). “Kami percaya proyek ini memberikan prospek cerah bagi perusahaan kabel seperti SCCO dan KBLI,” kata dia.

Menurut Christine, dalam hal ini PLN adalah penerima penyertaan modal negara (PMN) tertinggi, yaitu sebesar Rp 23 triliun pada 2016. Sementara PLN selama ini memberikan kontribusi terbesar atau 41% dari total pendapatan KBLI. Bagi SCCO, proyek PLN menyumbang 10% pendapatan.

“Dalam jangka panjang, ini menjadi katalis positif untuk KBLI,” tutur dia.

Di sisi lain, harga bahan baku utama kabel, seperti tembaga dan aluminium cenderung menurun masing-masing 5% dan 33% sejak 2013. Ini juga menguntungkan emiten kabel karena biaya produksi akan menciut.

Direktur Investa Saran Mandiri Hans Kwee mengemukakan bahwa perusahaan produsen kabel pasti akan diuntungkan dengan adanya proyek infrastruktur pemerintah dan megaproyek listrik 35.000 MW. “Penjualan kabel pasti akan meningkat karena proyek listrik 35.000 MW,” ujar dia.

Di sisi lain, analis Asjaya Indosurya Securities William Surya Wijaya berpendapat, meskipun harga saham sejumlah emiten kabel sedang tumbuh signifikan, volumenya kurang likuid. Jadi, saham emiten kabel tidak cocok untuk investasi jangka pendek.

“Menurut saya yang likuid hanya KBLI. Itu pun tidak terlalu likuid. Jadi, cocoknya mungkin dalam jangka panjang,” ungkap William.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU

[X]
×