Reporter: Yoliawan H | Editor: Handoyo
Hans Kwee, Direktur PT Investa Saran Mandiri mengatakan, pinjaman melalui bank memiliki memiliki debt equity rasio yang terbatas sehingga butuh skema lain.
“Disisi lain untuk penyertaan modal di BUMN agak sulit karena ada mekanisme dari DPR dan dana pemerintah terbatas serta selektif jadi menjadi rumit. Padahal BUMN butuh dana untuk ekspansi,” ujar Hans kepada Kontan.co.id.
Menurutnya, dengan EBA bisa jadi solusi dengan seolah-olah menjual aset dengan cara sekuritisasi, sehingga emiten mendapatkan dana cash untuk ekspansi. Disini aset tidak dijual karena disekuritisasi.
EBA dan obligasi sepintas mirip namun pada EBA lebih baik karena tidak merubah struktur modal dan perijinan lebih mudah di EBA dibandingkan obligasi. Mekanisme buy back membuat BUMN tidak menjual aset.
“Refinancing memang harus dilakukan agar kewajiban jangka pendek dapat sesuai dengan aset dan proyek yang jangka panjang. Sehingga tidak miss match pendanaannya,” ujar Hans.
Sekadar informasi, JSMR telah menerbitkan EBA pada Agustus 2017 lalu dengan nilai pokoknya mencapai Rp 1,85 triliun. Adapun bunga yang ditetapkan sebesar 8,40% per tahun yang akan dibayarkan setiap tiga bulan. Efek beragun aset ini bakal jatuh tempo 30 Agustus 2022.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News