kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Unilever paling stabil memberi imbal hasil di LQ45


Rabu, 23 Agustus 2017 / 13:27 WIB
Unilever paling stabil memberi imbal hasil di LQ45


Reporter: Dityasa H Forddanta | Editor: Rizki Caturini

KONTAN.CO.ID - Peta saham indeks LQ45 yang mampu memberikan return terbaik sedikit berubah. Ini tercermin dari posisi return on equity (RoE) kelompok saham paling likuid di Bursa Efek Indonesia dalam lima tahun terakhir.

Selama 2012-2015, Unilever Indonesia (UNVR) selalu mendominasi. UNVR mencetak RoE secara berturut-turut 100,33%, 99,4%, 96,71% dan 107,96% di periode tersebut. Posisi UNVR lantas digeser PT Matahari Departement Store (LPPF).

Mulai 2016, LPPF tercatat sebagai emiten pencetak RoE tertinggi, mencapai 185,71%. Posisi itu terus bertahan hingga paruh waktu tahun ini. RoE LPPF masih menempati puncak dengan level 117,13%.

Emiten ritel ini memiliki keunggulan, yakni kebutuhan belanja modal atau capital expenditure (capex) lebih ringan. Hanya dengan Rp 30 miliar-Rp 40 miliar untuk membuka satu toko, LPPF sudah bisa menghasilkan laba Rp 10 miliar-Rp 20 miliar per tahun dari satu toko. "Jadi, hanya butuh dua tahun untuk balik modal dari satu toko," ujar analis NH Korindo Sekuritas Bima Setiaji, kemarin.

Sebesar 65% dari barang yang dijual LPPF juga barang konsinyasi, sehingga tidak membutuhkan modal besar untuk membeli stok barang. Beda halnya dengan sektor properti, semisal. Modal bisnisnya tak semurah bisnis ritel.

Laba yang diraih juga tak sepenuhnya langsung masuk kantong pengembang, tapi sebagiannya ada yang dijadikan modal untuk menambah landbank. "Karena capex emiten saham ritel tidak sebesar sektor properti, maka tidak perlu banyak laba ditahan sehingga ekuitasnya tetap," jelas Bima. Posisi ekuitas ini yang menentukan besar kecilnya RoE.

Tapi posisi RoE itu masih berpotensi berubah. Apalagi, LPPF dilanda sejumlah isu negatif seperti lesunya penjualan sejumlah gerai. Tiesha Putri, analis DBS Vickers Sekuritas, mengatakan, hal itu tercermin dari same sales store growth (SSSG) LPPF yang turun 3% pada Juli lalu.

Tiesha melihat masih ada potensi laba bersih LPPF menurun. "Kami menurunkan proyeksi laba bersih hingga akhir tahun nanti sebesar 2%," tulis Tiesha dalam riset 2 Agustus. Prediksi dia, laba bersih LPPF hingga akhir 2017 sebesar Rp 2,12 triliun, hanya naik tipis 5% dibanding tahun lalu.

Tapi, Bima menambahkan, potensi tergesernya LPPF baru bisa terjadi untuk beberapa waktu ke depan. Jika ditelisik lebih lanjut, sejatinya lesunya kinerja LPPF bukan sepenuhnya karena melemahnya daya beli, tapi beralihnya konsumen ke sistem belanja online. "Tapi, masih butuh waktu sekitar dua tahun lagi hingga belanja online benar-benar mengambilalih ritel tradisional," jelas Bima.

Meski demikian, emiten-emiten dengan RoE terbaik secara umum masih tetap prospektif. Ukurannya mudah, RoE yang sudah di atas suku bunga bank sudah hampir pasti menarik.

UNVR salah satunya. Stevanus Juanda, analis UOB Kay Hian dalam riset 3 Agustus menjelaskan, ekspansi margin dalam segmen bisnisnya bisa mendongkrak kinerja UNVR.

Rekomendasi Stevanus, beli UNVR dengan target Rp 48.475 per saham. Sementara Tiesha merekomendasikan hold LPPF dengan target Rp 12.000 per saham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×