kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,34   -28,38   -2.95%
  • EMAS1.321.000 0,46%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Surya Esa targetkan pabrik amonia beroperasi Maret 2018


Jumat, 23 Februari 2018 / 20:33 WIB
Surya Esa targetkan pabrik amonia beroperasi Maret 2018
ILUSTRASI. Surya Esa Perkasa Tbk atau ESSA


Reporter: Dede Suprayitno | Editor: Dupla Kartini

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Surya Esa Perkasa Tbk (ESSA) menggenjot penyelesaian pabrik amonia. Ditargetkan, fasilitas produksi tersebut akan mulai beroperasi secara komersial pada akhir Maret 2018.

Pabrik amoniak dengan total investasi US$ 830 juta atau sekitar Rp 11 triliun ini berlokasi di Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah.

Ferdinand L Tobing, Sekretaris Perusahaan ESSA menyatakan, ada pekerjaan-pekerjaan detail dalam penyelesaian pabrik tersebut. Sehingga, penyelesaiannya memerlukan waktu ekstra. Sebelumnya, pabrik ini ditargetkan mulai beroperasi pada akhir 2017. “Peralatan yang sudah terpasang, kami evaluasi lagi, dan benar-benar produksi komersial akhir Maret 2018,” kata Ferdinand kepada Kontan.co.id, Kamis (22/2).

Untuk mendukung penyelesaian pabrik tersebut, belum lama ini, ESSA melalui PT Sepchem  melakukan peningkatan modal pada PT Panca Amara Utama (PAU). Ini merupakan transaksi antar perusahaan terkendali ESSA. Spechem meningkatkan modal ditempatkan dan disetor pada PAU sebanyak 189.858 saham dengan nilai Rp 189,86 miliar atau setara US$ 19,63 juta.

Dalam hal ini, ESSA merupakan pemegang saham secara langsung sebesar 0,69% maupun secara tidak langsung sebesar 59,31% dalam PAU. Di mana kepemilikan saham secara tidak langsung melalui Spechem sebesar 99,99% dari seluruh modal ditempatkan dan disetor.

Menurut Ferdinand, beroperasinya pabrik tersebut bisa menambah kapasitas volume produksi. Meskipun, amonia masuk dalam klasifikasi komoditas di mana harga produk tersebut fluktuatif. 

ESSA sudah menyiapkan market untuk pemasaran produk amonia tersebut. Saat ini, pihak strategis yang membeli komoditas tersebut yakni Mitshubishi, Jepang. Selain itu, di domestik, Ferdinand mengaku sudah ada target pembeli. Hanya saja, saat ini masih belum dapat dipublikasikan.

Terkait perluasan lebih lanjut pabrik nantinya, ESSA masih akan mengavaluasi kembali pabrik baru tersebut. Terutama dalam hal ongkos produksi. Apabila nanti ongkos produksi dan harga produk yang ditawarkan sesuai, bukan tidak mungkin untuk memperluas pemasaran. “Kalau bisa memang harus ditingkatkan, saat ini masih fokus dalam penyelesaian pabrik,” lanjutnya.

Selain di Sulawesi Tengah, ESSA memiliki dan mengoperasikan kilang bahan bakar gas cair domestik (LPG) yang merupakan kilang terbesar kedua milik swasta di Indonesia. Bisnis utamanya adalah melakukan pemurnian dan pengolahan gas alam untuk menghasilkan LPG (campuran propana dan butana) dan kondensat, dengan kapasitas 190 tpd (ton per hari) untuk LPG dan 500 bpd (barel per hari) untuk kondensat. Kilang tersebut terletak di Palembang, Indonesia.

Saat ini, Ferdinand mengaku belum ada belanja modal lain, selain untuk penyelesaian pabrik amonia tersebut. Total investasi project expenditure yang saat ini dikerjakan untuk kilang saja sekitar US$ 800 juta. Sedangkan, bila dihitung pembangunan dari awal, sampai dengan proses komersial dan operating bisa mencapai US$ 830 juta.

Sampai kuartal III-2017, kontribusi pejualan ESSA banyak ditopang oleh penjualan elpiji yaitu sekitar 87,97% dari seluruh penjualan. Sedangkan sisanya sekitar 12,03% ditopang dari pendapatan jasa pengolahan. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×