kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45927,64   6,18   0.67%
  • EMAS1.325.000 -1,34%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Menyisir saham pelat merah yang cerah


Selasa, 17 Oktober 2017 / 08:25 WIB
Menyisir saham pelat merah yang cerah


Reporter: Nisa Dwiresya Putri | Editor: Dupla Kartini

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Emiten Badan Usaha Milik Negara (BUMN) adalah salah satu pemain kunci di Bursa Efek Indonesia (BEI). Pergerakan saham emiten BUMN dan anak usahanya turut mempengaruhi pasar saham domestik.

Hingga Oktober 2017, KONTAN mencatat ada 25 emiten BUMN dan anak usaha BUMN yang tercatat di bursa saham dalam negeri. Emiten BUMN teranyar adalah PT Garuda Maintenance Facility Aero Asia Tbk (GMFI), anak usaha PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA).

Kapitalisasi pasar seluruh emiten plat merah ini setara dengan seperempat dari total kapitalisasi pasar BEI. Namun, kinerja saham emiten BUMN tidak merata. Ada yang moncer, ada pula yang memble.

Direktur BEI Samsul Hidayat menyebutkan, jumlah emiten BUMN setara 3,92% dari total 560 emiten di BEI. "Itu merepresentasikan 26,6% kapitalisasi pasar," tutur dia, Selasa (10/10) pekan lalu.

Kepala Riset Koneksi Kapital Alfred Nainggolan mencatat, secara historis di tahun 2010 kapitalisasi pasar emiten BUMN berkisar 25%. Tahun 2014 kapitalisasi pasar emiten plat merah sempat naik menjadi 26,4%. "Jika naik berarti pertumbuhan kapitalisasi pasar emiten BUMN lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan kapitalisasi pasar BEI," kata dia, Jumat (13/10) lalu.

Meski demikian, nyatanya tak semua emiten BUMN bisa menorehkan kinerja saham mentereng. Alfred melihat ada proses saling eliminasi di antara emiten BUMN. Pergerakan saham emiten BUMN umumnya linier dengan fundamentalnya masing-masing.

Alfred menyebut beberapa emiten pelat merah andalan seperti Telekomunikasi Indonesia (TLKM), Waskita Karya (WSKT), PT PP Tbk (PTPP), dan beberapa emiten bank BUMN. Saham TLKM sebagai contoh, selama tiga tahun terakhir harganya sudah naik sekitar 65%.

Sementara kinerja saham emiten BUMN lain tak demikian. Krakatau Steel (KRAS) contohnya, selama tiga tahun terakhir hanya naik 5,51%. Periode sama, saham emiten lain justru turun, seperti Garuda Indonesia (GIAA) yang turun 23,58% dan Aneka Tambang (ANTM) yang melemah 8,90%.

Kinerja BUMN juga dipengaruhi sektornya. Sejauh ini ada tiga sektor yang memiliki prospek bagus, yakni komoditas, perbankan dan konstruksi. "Kami masih optimistis dengan harga komoditas, terutama CPO dan batubara," tutur Alfred.

Analis Semesta Indovest Aditya Perdana Putra menyarankan, investor mendiversifikasikan sektoral saat berinvestasi pada saham emiten BUMN. Saham BUMN di sektor konstruksi bisa mulai dikoleksi. Selain harganya terbilang murah, Aditya melihat pertumbuhan laba emiten konstruksi rata-rata terus tumbuh dobel digit per tahun. Hal ini tecermin dari peningkatan ekuitas emiten. Secara umum, emiten BUMN masih menarik. Terutama saham BUMN yang solid, antara harga dan sisi fundamentalnya. Saham BUMN memiliki risiko lebih rendah dibandingkan emiten swasta.

Ketika emiten BUMN ingin aksi korporasi, pengawasan pemerintah jauh lebih kuat. Di sisi lain, pemerintah terus mendorong kinerja BUMN. "Ketika emiten BUMN ada masalah, pemegang sahamnya cukup reaktif karena berhubungan dengan citra pemerintah," tambah Alfred.

Selain itu, Aditya melihat emiten BUMN punya karpet merah dalam meraih kontrak kerja. Bayak program pemerintah yang melibatkan emiten BUMN, seperti proyek infrastruktur dan program elektronifikasi di gardu tol.

Alfred menyebut beberapa saham BUMN yang masih menarik, seperti Bank Rakyat Indonesia (BBRI), Bank Mandiri (BMRI), Waskita Karya (WSKT), Waskita Beton Precast (WSBP) dan Bukit Asam (PTBA).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Trik & Tips yang Aman Menggunakan Pihak Ketiga (Agency, Debt Collector & Advokat) dalam Penagihan Kredit / Piutang Macet

[X]
×