kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Menghitung dampak pemilihan presiden AS


Senin, 07 November 2016 / 08:38 WIB
Menghitung dampak pemilihan presiden AS


Reporter: Narita Indrastiti | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Fokus dunia sedang mengarah ke satu hajatan penting, yakni pemilihan presiden Amerika Serikat (AS) esok, 8 November. Peta suara calon presiden dari Partai Republik Donald Trump dan calon Partai Demokrat Hillary Clinton masih tampak samar.

Berdasarkan jajak pendapat lembaga survei nasional AS, keduanya bersaing ketat. Sulit diprediksi siapa yang akan memenangi pertarungan. Menurut para analis, kandidat yang disukai pasar alias market darling adalah Clinton. Jika ia menang, pasar AS diramal positif dan turut berimbas ke pasar saham Tanah Air.

David Sutyanto, Analis First Asia Capital, mengatakan, keluarnya dana asing akhir pekan lalu merupakan antisipasi investor terhadap pilpres AS. Ia menduga, reaksi pasar AS terhadap pilpres ini akan mirip dengan yang terjadi pada pilpres Indonesia 2014 silam.

"Ada kandidat yang disukai dan tidak disukai. Dampaknya ke pasar akan mirip dengan yang dialami Indonesia saat Jokowi terpilih," ujarnya pada KONTAN, Minggu (6/11).

Akhir pekan lalu, indeks Dow Jones terkoreksi 0,24% ke level 17.888,28. David menghitung, pasar AS bisa rebound sekitar 3% hingga 5% jika Clinton terpilih. Sedangkan, jika Trump yang terpilih, pasar akan sedikit terkoreksi sekitar 5%-6%.

Dengan kata lain, kenaikan ataupun koreksi yang bisa terjadi di pasar AS tidak akan terlalu ekstrem. Meski tak begitu disukai, Trump dinilai tidak akan berpengaruh terlalu negatif terhadap pasar.

"Pasar akan kembali bergerak realistis setelah pilpres," prediksi David. Reaksi pasar dalam negeri juga masih akan bergantung pada kebijakan The Federal Reserve (The Fed) usai pemilihan presiden.

Pengamat meyakini, bulan ini, The Fed akan bermain aman dan tidak mengeluarkan kebijakan yang mengganggu pasar.

Kepala Riset Universal Broker Indonesia Satrio Utomo juga bilang, para pemodal sudah mengantisipasi dua skenario yang akan terjadi. Memang ada kekhawatiran Trump akan menang dan menekan pergerakan harga saham di AS. Tapi, pasar AS sudah cenderung berada di dalam tekanan, sehingga sulit untuk bergerak ke bawah terlalu dalam.

Secara teknikal, ujar Satrio, Dow Jones Industrial Average masih bergerak wajar. Koreksi yang terjadi kemarin masih bisa diantisipasi. Kalau ada koreksi, Dow Jones akan mengarah ke 17.700. Menurut dia, jika pasar AS terkoreksi, dampak ke Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga masih akan wajar. Support paling dekat yang bisa terjadi ada di kisaran 5.200–5.250.

Jika pasar AS positif, IHSG bisa naik ke atas 5.450. "Jika menyentuh level itu, maka IHSG bisa kembali ke tren naik," imbuh Satrio.

Sementara menurut hitungan David, dengan skenario Clinton menang, IHSG bisa menuju 5.400. Sebaliknya, jika Trump yang menang, akan ada koreksi terhadap IHSG di kisaran 5.200–5.100. Tapi, IHSG juga akan dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal tiga.

Jika pertumbuhan ekonomi bagus, IHSG bisa terus positif dan ditutup 5.600 di akhir tahun. David menilai, akan sulit bagi IHSG untuk kembali di bawah 5.000 karena fundamental ekonomi dalam negeri masih menjanjikan.

Dengan skenario ini, IHSG akan memerah di bulan November dan ditutup di kisaran 5.300 pada akhir tahun. David menyarankan investor wait and see hingga pilpres AS usai dan mencermati saham-saham blue chip yang sudah terkoreksi.

Jika ingin beli saham, sebaiknya dilakukan di akhir pekan ini. "Hari Kamis dan Jumat mendatang, efek pilpres ini akan terlihat berpengaruh pada saham big caps, misalnya saham-saham perbankan," kata dia.

David yakin, dana asing yang keluar akan kembali masuk jika rilis pertumbuhan ekonomi dan rekap kinerja emiten kuartal tiga sesuai harapan. Satrio justru merekomendasikan tetap mengambil posisi trading dengan pilihan saham yang cermat. "Saham-saham batubara yang volatile masih bagus untuk trading," pungkas Satrio.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×