kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Memilah saham likuid yang murah


Senin, 09 Oktober 2017 / 06:52 WIB
Memilah saham likuid yang murah


Reporter: Danielisa Putriadita | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pasar saham Indonesia masih terus menanduk. Pada Rabu (4/10) lalu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali memperbarui rekor tertinggi di posisi 5.951,48. Tapi, laju IHSG tertahan setelah Jumat (6/10) ditutup turun ke 5.905,38.

Secara umum, harga saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) terus menanjak. Sejak awal tahun hingga Jumat lalu atau year-to-date (ytd), IHSG sudah tumbuh 11,49%. Pencapaian itu diikuti indeks LQ45, salah satu indeks acuan yang berisi 45 saham paling likuid di BEI. Indeks LQ45 sudah menguat 11,31% (ytd). 

Sebagian besar valuasi saham indeks LQ45 memang sudah tinggi. Meski demikian, masih ada saham yang valuasinya menarik dan layak untuk dikoleksi. Sebab, potensi kenaikan harganya sejalan dengan prospek fundamental bisnis emiten tersebut.

Analis Binaartha Parama Sekuritas Reza Priyambada menilai, kriteria harga saham murah sangat relatif. Namun, ada indikator untuk melihat apakah harga saham itu masih rendah atau tidak, yakni mencermati rasio harga saham terhadap laba alias price to earning ratio (PER) dan price to book value (PBV). "Dengan asumsi PER rendah, berarti harga saham masih terdiskon. Tapi tak bisa juga kita bilang murah karena harus dibandingkan dengan saham lainnya," kata dia.

Selain itu, penting bagi investor melihat return on equity (ROE) emiten. ROE yang cukup tinggi menandakan kinerja emiten cukup baik.

Mengacu hal tersebut, beberapa saham pilihan Reza jatuh pada sektor infrstruktur seperti Waskita Karya (WSKT). Reza menyebut PER WSKT sebesar 9,48 kali dengan PBV 2,11 kali dan ROE 11,11%. "PER WSKT paling rendah di antara emiten konstruksi," ungkap Reza.

Sektor ini juga punya penggerak, seperti tekad pemerintah yang ingin menggeber proyek infrastruktur. Menurut Reza, sektor yang berkaitan dengan program pemerintah dan tingkat konsumsi masyarakat seperti sektor infrastruktur berpotensi cerah.

Analis Samuel Sekuritas Akhmad Nurcahyadi bilang, WSKT tengah memproses penjualan 16 ruas jalan tol. "WSKT pasti mendivestasikan ruas jalan tol. Berbeda dengan perusahaan lain yang membangun, menyelesaikan dan mengoperasikannya selama masa konsesi," kata dia dalam riset 19 September 2017.

Analis Investa Saran Mandiri Hans Kwee juga berpendapat, saham emiten di sektor konstruksi berpotensi naik cukup besar. Sebab, harga saham di sektor ini masih tertinggal dibandingkan harga saham di sektor lain. Hal ini tercermin dari kinerja indeks sektor properti dan konstruksi di BEI, yang justru menyusut 3,89% (ytd). "Harga saham sektor sempat turun banyak beberapa waktu lalu," kata Hans yang merekomendasikan saham PT PP Tbk (PTPP) dengan target Rp 4.300 per saham.

Sektor infrastruktur saat ini mendapat katalis positif dari kebijakan pemerintah yang diprediksi tidak akan memotong anggaran belanja di sektor ini. "Biasanya pada kuartal empat pemerintah melakukan pembayaran ke perusahaan konstruksi," kata Hans.

Di sektor lain, Reza menjagokan saham emiten pertambangan. Saham PT Bukit Asam Tbk (PTBA) menarik dikoleksi meski harga sahamnya masih cukup tinggi, yakni Rp 11.100 per saham. Namun, dia melihat PER PTBA cukup rendah di level 7,4 kali dengan PBV 2,16 kali dan ROE cukup tinggi sebesar 14,58%. Selain itu, kinerja saham emiten pertambangan seperti PTBA akan tumbuh seiring membaiknya harga komoditas batubara.

Saham lain yang valuasinya dianggap murah adalah PT Barito Pacific Tbk (BRPT). Menurut Reza, PER saham ini sebesar 7,70 kali dengan ROE sebesar 7,36%. Bisnis BRPT juga berpotensi besar berkembang. Setelah menguasai bisnis petrokimia, kini BRPT merambah sektor energi. "Kinerja BRPT berpotensi meningkat ke depan," kata Reza.

Hal senada disampaikan Kepala Riset Paramitra Alfa Sekuritas Kevin Juido. Dia  juga menganggap BRPT menarik dikoleksi saat momentum harga sahamnya murah. "Di momentum harga yang masih murah, kita bisa berspekulasi untuk buy. Jadi sebenarnya harga BRPT masih undervalue dibandingkan harga pasar," ungkap Kevin. Sejak awal tahun hingga pekan lalu, sejatinya harga saham BRPT sudah melambung 168,26%.

Secara fundamental, Kevin memprediksi kinerja BRPT akan tumbuh didorong penurunan harga minyak. "Biaya produksi BRPT yang menggunakan minyak akan kecil dengan penurunan harga minyak. Efeknya, laba bisa meningkat karena biaya produksi rendah," kata Kevin.

Sementara Hans memandang saham properti masih tergolong murah dan memiliki potensi naik. "Sektor ini mulai membukukan keuntungan cukup bagus, jadi seharusnya harga sahamnya berpotensi naik," kata dia.

Geliat sektor properti turut mendorong bisnis semen. Hans melihat Semen Indonesia (SMGR) dan Indocement Tunggal Prakarsa (INTP) bisa menjadi pilihan alternatif koleksi saham yang lain.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×