kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Masa sulit reksadana saham


Selasa, 14 November 2017 / 09:25 WIB
Masa sulit reksadana saham


Reporter: Dimas Andi | Editor: Dupla Kartini

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil mencatat kinerja mencapai 38,39% dalam lima tahun terakhir hingga 13 November 2017. Meski begitu, sejumlah produk reksadana saham besutan manajer investasi kelas kakap gagal menorehkan imbal hasil melebihi IHSG untuk periode yang sama.

Contoh, Panin Asset Management dengan produk Panin Dana Maksima dan Panin Dana Prima, yang masing-masing hanya mengukir return 27,46% serta 27,20% dalam lima tahun belakangan.

Direktur Panin Asset Management Rudiyanto menyatakan, imbal hasil produk reksadana saham perusahaannya yang di bawah pencapaian IHSG sebenarnya wajar. Pasalnya, rata-rata tingkat pertumbuhan return reksadana saham kalah dari IHSG dalam lima tahun terakhir.

Berdasarkan data Infovesta Utama, dalam lima tahun terakhir, pertumbuhan rata-rata Infovesta Equity Fund Index hanya sebesar 20,51%.

Rudiyanto bilang, dalam beberapa tahun terakhir, kenaikan harga saham condong terjadi pada sektor berkapitalisasi besar. Saham-saham itu biasanya memiliki valuasi yang tergolong tinggi.

Padahal, manajer investasi sejatinya perlu melakukan diversifikasi aset portofolio produk reksadana mereka. "Kalau saham sudah overvalue, biasanya para manajer investasi pasti akan menghindar," kata Rudiyanto.

Untuk Panin Dana Maksima dan Panin Dana Prima, Panin Asset memilih mengandalkan sektor konsumer, perbankan, properti, dan infrastruktur mengeruk imbal hasil.

Berbeda dengan Panin Asset, Schroder Investment Management Indonesia melalui Schroder Dana Istimewa berhasil mendulang imbal hasil 34,06% dalam lima tahun terakhir. Adrian Maulana, Senior Vice President Intermediary BusinessSchroder Investment mengungkapkan, selama ini produk tersebut memang fokus pada saham sektor konsumer dan perbankan.

Apalagi, Schroder Dana Istimewa berfokus pada saham-saham lapis dua dan tiga yang tidak terlalu besar bobotnya. "Kami juga lebih mementingkan fundamental emiten ketimbang memilih saham berdasar tren," ucap Adrian.

Sektor penggerak

Memang, Research & Investment Analyst Infovesta Utama Wawan Hendrayana mengungkapkan, lima tahun terakhir menjadi masa yang sulit bagi reksadana saham. Dalam periode tersebut, hanya ada 15 produk reksadana saham yang berhasil mencatat kinerja di atas IHSG.

Secara umum, sektor perbankan, infrastruktur, dan konsumer jadi sektor dengan kapitalisasi besar dan paling konsisten menjadi penggerak IHSG. Alhasil, produk reksadana saham yang terbatas mengandalkan sektor-sektor tersebut berpotensi punya imbal hasil melampaui indeks saham.

"Tapi, semua kembali pada strategi dari manajer investasi masing-masing, karena tak mungkin semuanya terfokus pada saham-saham blue chip," imbuh Wawan.

Wawan menambahkan, manajer investasi perlu mencari saham-saham unggulan dengan valuasi yang masih rendah, agar tetap mampu mencetak imbal hasil maksimal. Tambah lagi, kinerja reksadana saham juga dipengaruhi oleh sentimen eksternal.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×