kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Jalan terjal emiten perkebunan tahun depan


Kamis, 30 November 2017 / 13:00 WIB
Jalan terjal emiten perkebunan tahun depan


Reporter: Dede Suprayitno | Editor: Sanny Cicilia

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sektor perkebunan menjadi salah satu penekan laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di tahun 2017 ini. Saham sektor ini sudah turun 9,07% sejak awal tahun.

Padahal sektor perkebunan mulai diuntungkan dengan meredanya efek El Nino. Tahun lalu, siklus alam ini membuat pendapatan emiten perkebunan banyak tertekan.

Beberapa emiten pun mulai menyusun strategi bisnis. Misalnya, PT Austindo Nusantara Jaya (ANJT), mulai fokus mengail pendapatan dari bisnis, selain sawit. Salah satunya dengan memperbesar pasar produk edamame.

Belum lama ini, ANJT memang mengganti bisnis penjualan tembakau menjadi bisnis edamame. "Kami akan fokuskan bisnis edamame pada pasar ekspor, terutama Jepang," kata Istini Tatiek Siddharta, Direktur Utama ANJT, di Jakarta, Rabu (29/11). Di sisi lain, ANJT akan tetap mengandalkan pendapatan utama dari bisnis sawit.

Prospek tahun depan

Thennesia Debora, Analis BNI Sekuritas, mengatakan, kinerja sektor perkebunan sejatinya masih akan positif tahun ini dan tahun depan. "Namun memang secara sektoral kami lebih memberikan outlook netral. Karena kami lihat masih ada beberapa tantangan," ujar dia.

Ia menyebutkan, harga crude palm oil (CPO) masih akan cenderung tertekan karena rilis data ekspor Malaysia yang menunjukkan penurunan. Secara historis, penjualan ekspor Malaysia sendiri cenderung turun. "Tahun 2018, akan ada lonjakan produksi. Sehingga dengan turunnya ekspor dari Malaysia ini makin menguatkan isu oversupply," imbuh Thennesia.

Berkurangnya efek El Nino juga membuat produksi cenderung meningkat. Sehingga, harga CPO di 2018 bisa lebih tertekan. "Perlu juga cermati kebijakan dari negara importir CPO. Misalnya India yang merupakan negara importir terbesar," kata dia.

Menurut analisa Thennesia, harga CPO tahun ini dan tahun depan masih cenderung berada di kisaran RM 2.700 per metrik ton. Meski dirundung isu oversupply, masih ada beberapa sentimen lain yang bisa menjadi sentimen positif bagi industri CPO.

Misalnya saja, rencana kenaikan suku bunga The Fed yang berpotensi memperkuat dollar Amerika Serikat. "Ekspektasi ada peningkatan suku bunga The Federal Reserve akan positif untuk harga CPO. Karena hal ini akan mengakibatkan penguatan dollar AS terhadap ringgit Malaysia," jelas Thennesia.

Selain itu, kebutuhan biodiesel dari dalam negeri meningkat. Sehingga akan mempengaruhi permintaan CPO domestik.

Frederick Daniel Tanggela, Analis Indo Premier Sekuritas, menyatakan, tahun 2018 bisa menjadi tahun yang lebih baik bagi industri sawit. Hal ini ditandai dengan munculnya potensi La Nina dengan presipitasi atau curah hujan tinggi di kawasan Asia Tenggara.

Kondisi ini bagus untuk produksi kelapa sawit. "Potensi terjadinya La Nina meningkat, seiring suhu permukaan laut di daerah khatulistiwa di Samudra Pasifik, menurun," ujar Frederick dalam riset 1 November 2017.

Di antara beberapa emiten perkebunan, Thennesia merekomendasikan buy untuk saham PT PP London Sumatera Indonesia Tbk (LSIP) dengan target harga Rp 1.920 per saham dan PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) dengan target harga Rp 19.100 per saham.

Lalu, Frederick merekomendasikan buy bagi saham AALI dengan target harga sebesar Rp 19.000 per saham. Dia memprediksi, pendapatan AALI pada akhir 2017 mencapai Rp 16,33 triliun. Sedangkan pendapatannya pada 2018 mendatang bisa mencapai Rp 17,03 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×